PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengajaran
merupakan perpaduan dari dua aktifitas yaitu aktifitas mengajar dan
aktifitas belajar. Aktifitas mengajar menyangkut peranan guru dalam konteks
megupayakan terciptanya jalinan komunikasi yang harmonis antara mengajar itu
sendiri dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis inilah yang menjadi
indikator suatu aktifitas proses pengajaran itu berjalan dengan baik.
Suatu pengajaran akan baik disebut baik bejalan dan berhasil secara baik,
manakala guru mampu mengubah diri perserta didik dalam arti yang luas serta
mampu menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga
pengalaman yang diperoleh peserta didik selama ia terlibat di dalam proses
pengajaran itu, dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi perkembangan
pribadinya.
Strategi instruksional adalah
kegiatan yang dilakukan guru untuk memfasilitasi siswa belajar. Jonassen et al.
(1991) mendefinisikan strategi instruksional sebagai the plan and the
techniques that the instructor/instructional designer uses to engage the
learner and facilitate learning (p. 34). Strategi instruksional
mengoperasionalkan model pedagogi. Strategi instruksional merupakan spesifikasi
bagaimana implikasi teori belajar diubah menjadi prosedur instruksional, yang
menghasilkan rencana pelaksanaan pembelajaran. Contoh strategi instruksional
meliputi: (1) melaksanakan pembelajaran autentik, (2) memfasilitasi pemecahan
masalah, eksplorasi, dan pembuatan hipotesis, (3) melakukan kolaborasi, (4)
memberikan scaffolding, (5) melakukan artikulasi dan refleksi.
Dick dan Carey (1985) mengatakan
bahwa suatu strategi instruksional menjelaskan komponen-komponen umum dari
suatu set bahan instruksional dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama
bahan-bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada siswa.
Setiap guru memiliki cara atau style
yang berbeda dalam melaksanakan proses pembelajaran. Ada yang cukup menggunakan
satu model dan satu metode, ada juga yang menggunakan satu model yang terdiri
dari beberapa metode. Walaupun terdapat variasi dalam proses tersebut, pada
dasarnya ada satu hal yang harusnya tetap sama yaitu keyakinan guru dalam
menggunakan model ataupun metode atau yang dikenal juga dengan kata yang lebih
luas, strategi tersebut bertujuan agar siswa dapat memahami apa yang akan ia
sampaikan.
Keberagaman dalam memvariasikan
model, metode dan media tersebut harusnya tetap memiliki pola atau
standarisai agar dapat dikatakan baik. Terkait dengan bagaimana cara menyusun
strategi instruksional yang baik inilah penulis angkat sebagai permasalahan
pada makalah ini. Adapun strategi instruksional yang disusun berdasarkan
strategi instruksional dalam model pengembangkan Instruksional yang dikembangkan
oleh Suparman (2004).
PEMBAHASAN
Definisi strategi instruksional
Secara umum strategi mempunyai
pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai
sasaran yang telah ditentukan. Jika dihubungkan dengan pembelajaran, strategi
dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan peserta didik dalam
perwujudan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan (Trianto,
2007).
Pengertian strategi pembelajaran
atau instruksional secara detail diungkapkan oleh Suparman (2004), bahwa
strategi instruksional merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara
pengorganisasian materi pelajaran dan peserta didik, peralatan dan bahan, serta
waktu yang digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai tujuan
instruksional yang telah ditentukan. Penulis lebih cenderung pada pengertian
yang diungkapkan oleh Suparman.
Dick
dan Carey (1985) mengatakan bahwa suatu strategi instruksional
menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu strategi bahan instruksional dan
prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut untuk
menghasilkan hasil belajar tertentu pada mahasiswa.
Dari
beberapa pendapat ahli tersebut diatas, maka penulis bisa menyimpulkan bahwa
strategi instruksional adalah merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara
pengorganisasian materi pelajaran dan peserta didik, peralatan dan bahan, serta
waktu yang digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai tujuan
instruksional yang telah ditentukan.
Komponen Metode Instruksional
Komponen
metode instruksional terdiri dari beberapa metode yang digunakan dalam setiap
langkah pada urutan kegiatan instruksional. Setiap langkah mungkin menggunakan
satu atau beberapa metode atau mungkin pula setiap langkah menggunakan metode
yang sama. Tidak semua metode instruksional sesuai untuk digunakan dalam
mencapai tujuan instruksional tertentu. Oleh karena itu, seorang pengembang
instruksional harus memilih metode yang sesuai untuk setiap TIK yang
ingin dicapai. Metode-metode yang dapat digunakan antara lain Metode
instruksional berfungsi sebagai cara dalam menyajikan isi pelajaran kepada
siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Berbagai metode yang digunakan dalam
kegiatan instruksional antara lain dengan tabel berikut ini :
Hubungan
antara Metode dengan Kemampuan yang akan dicapai
NO
|
METODE
|
KEMAMPUAN DALAM TIK
|
1
|
Ceramah
|
Menjelaskan konsep, prinsip, atau
prosedur
|
2
|
Demontrasi
|
Melakukan suatu keterampilan
berdasarkan standar prosedur tertentu
|
3
|
Penampilan
|
Melakukan suatu keterampilan
|
4
|
Diskusi
|
Menganalisis/memecahkan masalah
|
5
|
Studi Mandiri
|
Menjelaskan/menganalisis/mensisntesis/mengeva-luasi
sesuatu yang bersifat kognitif dan psikomotorik
|
6
|
Kegiatan Instruksional Terprogram
|
Menjelaskan konsep, prinsip, atau
prosedur
|
7
|
Latihan dengan Teman
|
Melakukan suatu keterampilan
|
8
|
Simulasi
|
Menjelaskan, menerapkan dan
menganalisis suatu konsep dan prinsip
|
9
|
Sumbang Saran
|
Menjelaskan, menerapkan,
menganalisis konsep, prinsip, dan prosedur tertentu
|
10
|
Studi Kasus
|
Menganalisis/memecahkan masalah
|
11
|
CAL
|
Menjelaskan, menerapkan,
menganalisis. Mensintesis, mengevaluasi sesuatu
|
12
|
Insiden
|
Menganalisis, memecahkan masalah
|
13
|
Praktikum
|
Melakukan suatu keterampilan
|
14
|
Proyek
|
Melakukan/menyusun laporan suatu
kegiatan
|
15
|
Bermain Peran
|
Menerapkan suatu konsep, prinsip
atau prosedur
|
16
|
Seminar
|
Menganalisis, memecahkan masalah
|
17
|
Simposium
|
Menganalisis masalah
|
18
|
Tutorial
|
Menjelaskan, menerapkan,
menganalisis suatu konsep, prinsip dan prosedur
|
19
|
Deduktif
|
Menjelaskan, menerapkan,
menganalisis suatu konsep, prinsip dan prosedur
|
20
|
Induktif
|
Mensintesis suatu konsep, prinsip
atau perilaku
|
1. Metode Ceramah
Metode
ceramah berbentuk penjelasan pengajar kepada siswa SD N 43 Palembang dan
biasanya diikuti dengan Tanya jawab tentang isi pelajaran yang belum jelas.
Beberapa kelebihan metode ceramah
adalah :
1.
Guru mudah
menguasai kelas.
2.
Guru mudah
menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar
3.
Dapat
diikuti anak didik dalam jumlah besar.
4. Mudah
dilaksanakan
Beberapa kelemahan metode ceramah
adalah :
1.
Membuat
siswa pasif
2.
Mengandung unsur
paksaan kepada siswa
3.
Mengandung
daya kritis siswa
4.
Anak didik
yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih
tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.
5.
Sukar
mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik.
6.
Kegiatan
pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).
7.
Bila terlalu
lama membosankan.(Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
2. Metode Penampilan/praktik
Metode
Penampilan/praktik berbentuk pelaksanaan praktik oleh siswa SD N 43 Palembang
di bawah supervisi dari dekat oleh pengajar. Untuk menggunakan metode ini
pengajar harus :
1. Memberikan
penjelasan yang cukup kepada siswa selama siswa berpraktik.
2. Melakukan
tindakan pengamanan sebelum kegiatan praktik dimulai untuk keselamatan siswa
dan alat-alat yang digunakan.
3. Metode
penampilan tepat digunakan bila :
4. Pelajaran
telah mencapai tingkat lanjutan.
5. Kegiatan
instruksional bersifat formal, latihan kerja, atau magang.
6. Siswa mendapat
kemungkinan untuk menerapkan apa yang dipelajarinya ke dalam situasi
sesungguhnya.
7. Kondisi
praktik sama dengan kondisi kerja
8. Dapat
disediakan bimbingan kepada siswa secara dekat selama praktik.
9. Keterbatasan
penggunaaan metode penampilan adalah :
10. Membutuhkan
waktu panjang, karena siswa harus mendapatkan kesempatan berpraktik sampai
baik.
11. Membutuhkan
fasilitas dan alat khusus yang mungkin mahal, sulit diperoleh, dan dipelihara
secara terus menerus.
12. Membutuhkan
pengajar yang lebih banyak, karene setiap pengajar hanya dapat membantu
sejumlah kecil siswa.
3. Metode Diskusi
Metode
Diskusi adalah interaksi antara siswa dari siswa atau siswa SD N 43 Palembang
dengan pengajar untuk menganalisis, atau memperdebatkan topic atau permasalahan
tertentu. Metode diskusi diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk :
1.
Mendorong
siswa berpikir kritis.
2.
Mendorong
siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
3.
Mendorong
siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama.
4.
Mengambil
satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan
masalah berdsarkan pertimbangan yang seksama.
Kelebihan metode diskusi sebagai
berikut :
1.
Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan
dengan berbagai jalan
- Menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
- Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi.
Kelemahan metode diskusi sebagai
berikut :
- Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
- Tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
- Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
4.
Biasanya
orang menghendaki pendekatan yang lebih formal
Komponen Media Instruksional
Kata media
dalam “media pembelajaran” secara harfiah berarti perantara atau
pengantar; sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi
yang diciptakan untuk membuat seseorang melakukan suatu kegiatan
belajar”. Dengan demikian, media pembelajaran memberikan penekanan pada
posisi media sebagai wahana penyalur pesan atau informasi belajar untuk
mengkondisikan seseorang untuk belajar. Dengan kata lain, pada saat
kegiatan belajar berlangsung bahan belajar (learning matterial) yang
diterima siswa diperoleh melalui media. Terjadinya belajar
bermakna ini tidak terlepas dari peran media terutama dari kedudukan dan
fungsinya. Secara umum media mempunyai kegunaan:
1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu
verbalistis.
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu
tenaga dan daya indra.
3. Menimbulkan
gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
4. Memungkinkan
anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori
& kinestetiknya.
5. Memberi
rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan persepsi
yang sama.
Sebuah media
yang efektif dan efisien serta menyenangkan tentu menjadi dambaan dan kebutuhan
untuk pembelajaran, untuk mendapatkan media tersebut diperlukan beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan diantaranya dalam pemilihan media. Terdapat
beberapa pendapat dan cara dalam mengembangkan media, meskipun caranya
berbeda-beda, namun ada hal yang sepakat bahwa setiap media memiliki kelebihan
dan kelemahan yang akan memberikan pengaruh kepada efektifitas program
pembelajaran.
Dalam hal
ini tidak ada satu media yang sempurna, dengan kata lain dapat digunakan dalam
semua situasi, semua karakteristik siswa dan semua mata pelajaran, namun media
sifatnya kondisional dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan. Sejalan dengan
hal ini, pendekatan yang ditempuh adalah mengkaji media sebagai bagian integral
dalam proses pendidikan yang fokusnya akan memperhatikan beberapa komponen,
diantaranya :
1. Instructional Goals, yaitu tujuan
instruksional apa yang akan dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran. Dari
kajian Tujuan Instruksional Umum (TIU) atau Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
ini bisa dianalisis media apa yang cocok guna mencapai tujuan tersebut. Jika
kita kaitkan dengan kurikulum berbasis kompetensi maka kita harus memperhatikan
: standar kompetensi, kompetensi dasar dan terutama indikator.
2. Instructional content, materi
pembelajaran, yaitu bahan atau kajian apa yang akan diajarkan pada program
pembelajaran tersebut. Pertimbangan lainnya, dari bahan atau pokok bahasan
tersebut sampai sejauhmana kedalaman yang harus dicapai, dengan demikian kita
bisa mempertimbangkan media apa yang sesuai untuk penyampaian bahan tersebut.
3. Learner Characteristic,
familiaritas media dan karakteristik siswa. Yaitu mengkaji sifat-sifat dan ciri
media yang akan digunakan dikaitkan dengan karakteristik siswa, baik secara
kuantitatif (jumlah) ataupun kualitatif (kualitas, ciri, dan kebiasaan
lain) dari siswa terhadap media yang akan digunakan.
4. Media selection, adanya sejumlah
media yang bisa diperbandingkan karena pemilihan media pada dasarnya adalah
proses pengambilan keputusan dari sejumlah media yang ada ataupun yang akan
dikembangkan.
Komponen Waktu
Komponen
terakhir alam strategi instruksional adalah waktu. Waktu yaitu jumlah waktu
dalam menit yang dibutuhkan oleh pengajar dan peserta didik untuk menyelesaikan
setiap langkah pada urutan kegiatan instruksional. Menghitung waktu sangat
penting bagi pengajar, pengajar harus dapat membagi waktu untuk setiap langkah
dalam pendahuluan, pennyajian, dan penutup.
Penentuan
jumlah waktu bagi pengejar dan peserta didik pada setiap langkah urutan
kegiatan instruksional merupakan suatu batasan bagi pengajar dan mahasiswa
bahwa tujuab instruksional akan dapat dicapai bilamereka dapat memenuhinya.
Karena walaupun tujuan instruksional sama metode dan media yang digunakan sama,
tetapi penekanan jumlah waktu berbeda, hasilnya dapat berbeda pula.
Menyusun Strategi Instruksional
Penyusunan
strategi instruksional haruslah berdasarkan tujuan instruksional yang akan
dicapai sebagai kriteria utama. Disamping itu penyusunan juga harus
mempertimbangkan engajar, waktu, biaya dan fasilitas.
Berikut ini
akan diuraikan tahapan penyusunan strategi instruksional:
1. Isilah nomor
TIK yang strategi instruksional yang akan disusun. Ini berarti pengembang
instruksional akan menyusun satu strategi instruksional untuk satu TIK.
2. Kolom satu
telah diisi dengan pendahuluan, penyajian, dan penutup, pada kolom kedua diisi
urutan kegiatan instruksional yang sesuai untuk menghasilkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang tercantum pada TIK
3. Kolom tiga
diisi dengan garis-garis besar materi yang akan diberikan oleh pengajar dalam
setiap urutan kegiatan. Kolom 4 disikan tentang metode yang digunakan, kolom 5
tentang media yang akan digunakan, sedangkan kolom 6 tentang waktu yang
dibutuhkan.
Tabel
Komponen Utama dan Subkomponen dalam strategi instruksional
Urutan kegiatan instruksional
|
Metode
|
Media
|
Waktu
|
|
Pendahuluan
|
Deskripsi
Singkat:
Relevansi:
TIK/Tujuan
Pembelajaran:
|
|||
Penyajian
|
Uraian:
Contoh:
Latihan:
|
|||
Penutup
|
Tes
Formatif:
Umpan
Balik:
Tindak
Lanjut:
|
Subkomponen
Pendahuluan
Dick danCarey (1985) menyebutnya preinstructional
activities dan Universitas Terbuka menggunakan istilah pengantar atau
kadang-kadang disebut pendahuluan. Kegiatan awal tersebut dimaksudkan untuk
mempersiapkan mental siswa agar siap dalam mempelajari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap baru. Seorang pengajar yang baik tidak akan mendadak
mengajarkan topik pada hari itu. Pengajar yang baik harus bersedia menggunakan
waktunya sejenak untuk mengikuti siswanya, baru kemudian pelan-pelan masuk ke
dalam topik yang akan dibahas. Selain itu, pengajar yang baik akan meningkatkan
motivasi siswa untuk mempelajari pelajaran baru sebelum ia mengajarkannya
dengan cara menjelaskan apa manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa di kemudian
hari.
Subkomponen Penyajian
Penyajian adalah subkomponen yang
sering ditafsirkan secara awam sebagai pengajaran karena memang merupakan inti
kegiatan pengajaran. Di dalamnya terkandung tiga pengertian pokok, yaitu:
urain, contoh, dan latihan.
Subkomponen
Penutup
Subkomponen
terakhir ini terdiri dari dua langkah, yaitu: pertama tes formatif dan umpan
balik, kedua tindak lanjut.
a.
Tes Formatif
Adalah satu
set pertanyaan untuk dijawab atau seperangkat tugas yang dilakukan untuk
mengukur kemajuan belajar siswa setelah menyelesaikan suatu tahap pelajaran.
Selain itu tes merupakan bagian dari kegiatan belajar siswa secara aktif dan
secara efektif membuat siswa menguasai pelajaran. Hasil tes formatif harus
diberitahukan kepada siswa sebagai umpan balik, agar proses belajar menjadi
efektif, efisien, dan menyenangkan. Umpan balik merupakan salahsatu kegiatan
instruksional yang sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.
b.
Tindak
lanjut
Adalah
kegiatan yang dilakukan siswa setelah melakukan tes formatif dan umpan balik.
Siswa yang mendapatkan hasil tes dengan nilai baik, dapat melanjutkan ke bagian
pelajaran selanjutnya atau mempelajari bahan tambahan untuk memperdalam
pengetahuan. Sedangkan siswa dengan nilai kurang baik harus mengulang isi
pelajaran tersebut dengan menggunakan bahan instruksional yang sama atau
berbeda. Petunjuk dari pengajar tentang apa yang harus dilakukan siswa merupakan salahsatu bentuk pemberian tanda
dan bantuan kepada siswa untuk memperlancar kegiatan belajar selanjutnya.
Contoh Kegiatan Instruksional pada sekolah Dasar
Negeri 43 Palembang :
Urutan kegiatan instruksional
|
Metode
|
Media
|
Waktu
|
|
Pendahuluan
|
Deskripsi
Singkat:
Relevansi:
TIK/Tujuan
Pembelajaran:
|
Ceramah
|
Buku,
|
10 Menit
|
Penyajian
|
Uraian:
Contoh:
Latihan:
|
Diskusi
|
Buku,
gambar,
Audio
video
|
30 Menit
|
Penutup
|
Tes
Formatif:
Umpan
Balik:
Tindak
Lanjut:
|
Sumbang saran
|
Buku
|
5 Menit
|
KESIMPULAN
Konsep
strategi instruksional merupakan urutan kegiatan instruksional yang dikaitkan
dengan metode, media, dan waktu yang dibutuhkan pengajar dan siswa dalam
mencapai tujuan instruksional tertentu. Strategi instruksional yang digambarkan
dalam MPI bukan saja cara tentang bagaimana tujuan instruksional dicapai,
melainkan juga dengan alat apa dan berapa besar usaha yang harus dilaksanakan
oleh pengajar dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Reigeluth, Charles M., Carr-Chellman, Alison A.
(2009). Instructional Design Theories and Models. Building a
Common Knowledge Base. Madison Ave, New York: Taylor and Francis Publisher.
Sadiman, Arief. S., Rahardjo.,
Haryono, Anung., & Rahardjito. (2009). Media Pendidikan. Pengertian,
Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Suparman, M. Atwi. (2004). Desain
Instruksional. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar