PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1. Latar Belakang
Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas
yang dilakukan oleh individual atau organisasi, mulai sadar atau tahu adanya
inovasi sampai implementasi inovasi. Berapa lama waktu yang dipergunakan selama
proses itu berlangsung akan berbeda antara orang atau masyarakat satu dengan
yang lainnya, tergantung kepekaan orang atau masyarakat terhadap inovasi.
Demikian pula selama proses inovasi itu berlangsung akan selalau terjadi
perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.
Dalam wacana ilmu komunikasi, ada teori yang
dinamakan Diffusion of Innovasion yang dikemukakan oleh Everett M. Rogers
(1983). Teori ini membahas mengenai bagaimana sebuah inovasi baru dapat di
adopsi oleh masyarakat. Masyarakat penerima inovasi tersebut oleh Rogers
dinamakan sebagai adopter (pengadopsi).
Faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan
pihak adopter dalam membuat keputusan untuk menerima atau menolak produk
suatu inovasi jika dikaitkan dengan pemikiran Everett M. Rogers (1983)
dalam diffusion of innovasion dipengaruhi oleh 5 (lima) karakteristik
inovasi yaitu :
a.
Relative
advantage ( Relatif Keuntungan)
Para
adopter akan menilai apakah suatu Inovasi itu relatif
menguntungkan atau lebih unggul dibanding yang lainnya .Untuk
adopter yang menerima secara cepat suatu inovasi , akan
melihat inovasi itu sebagai sebuah keunggulan .
b.
Compatibility
(Kecocokan)
Adopter
juga akan mempertimbangkan pemanfaatan inovasi berdasarkan konsistensinya pada
nilai-nilai, pengalaman dan kebutuhannya.
c.
Complexity
(Kompleksitas)
Adopter
juga akan menilai tingkat kesulitan atau kompleksitas yang akan dihadapinya
jika mereka memanfaatkan inovasi . Artinya bagi individu yang lambat
mamahami dan menguasainya tentu akan mengalami tingkat kesulitan
lebih tinggi dibanding individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan
tersebut berhubungan dengan pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk
mempelajari istilah-istilah dalam inovasi itu.
d.
Trialability
Mempunyai
kemungkinan untuk diuji coba terlebih dahulu oleh para adopter untuk mengurangi
ketidakpastian mereka terhadap inovasi itu.
e.
Observability
Mendorong adopter
untuk memberikan penilaian apakah inovasi itu mampu meningkatkan
status sosial mereka di depan orang lain sehingga dirinya akan dianggap sebagai
orang yang inovatif.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas
maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam keinovatifan dan kategori
pengadop inovasi sebagai berikut:
a. Pengertian Keinovatifan
b. Kategori Adapter
c. Strategi Difusi Inovasi Pendidikan
terhadap Pengadop Inovasi
3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
a.
Untuk mengetahui pengertian Keinovatifan
b.
Untuk mengetahui kategori Adopter
c.
Untuk mengetahui strategi Difusi Inovasi Pendidikan
terhadap Pengadop Inovasi
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Keinovatifan
Keinovatifan (Innovativeness) adalah sejauh
mana individu atau unit adopsi lain relatif lebih awal dalam
mengadopsi ide-ide baru dari anggota lain dari suatu sistem. Keinovatifan lebih menunjukkan
perubahan perilaku yang nyata, yang menjadi tujuan utama dari sebagian besar
program difusi, daripada hanya perubahan kognitif maupun sikap. Keinovatifan
merupakan perilaku utama dalam proses difusi. (Everett,1995).
Menurut Rogers (1995), keinovatifan adalah
tingkat yang berkenaan dengan seberapa lama seseorang/kelompok/sistem sosial
lebih dahulu dalam mengadopsi ide-ide baru dari konsep-konsep difusi inovasi
dibandingkan dengan yang lain.
Keinovatifan menjadi perubah utama dalam
proses difusi inovasi yang disponsori oleh agen perubahan. Pada negara berkembang
keinovatifan dipandang sebagai salah satu indikator kesuksesan program-program
pembangunan. Keinovatifan menunjukan perubahan tingkah laku yaitu tujuan akhir
program difusi bukan hanya pikiran dan sikap.
Inovasi di sini yaitu sebagai sasaran yang
dapat menjadi instrumen untuk melakukan perubahan sosial sedangkan keinovatifan
merupakan tingkat pengadopsian dari kelompok masyarakat dan juga menjadi ciri
pokok masyarakat yang sedang mengalami proses perubahan.
Proses perubahan tergantung pada waktu,
objek dan sasaran. Ada yang gampang menerima atau bahkan sebaliknya yaitu sulit
menerima atau menerima tetapi memerlukan waktu yang sangat lama.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang
namanya keinovatifan adalah sebuah proses seseorang dalam menerima gagasan,
objek yang menyangkut metode, strategi baru dan produk kategori lebih awal
apabila dibandingkan dengan yang lain dalam system sosialnya. Lamban atau
cepatnya dalam menerima inovasi melalui beberapa etape dan ini sangat
tergantung pada individu penerima, karakteristik inovasi dan karakteristik
lainnya yang individu itu berada di dalamnya.
2. Kategori
Adopter
Adopter adalah orang yang memakai atau
menerima suatu inovasi. Adopter dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemampuan inovasi mereka (innovativeness) dan berdasarkan kecepatan mereka
mengadopsi suatu inovasi yang diperkenalkan.
Dalam suatu sistem sosial tidak semua individu mengadopsi sebuah
inovasi pada waktu yang sama. Pada kenyataannya, mereka mengadopsi dalam kurun
waktu yang bertahap sehingga dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori
adopter (penerima) berdasarkan kapan mereka pertama kali menggunakan inovasi.
Kita bisa menggambarkannya dengan menggunakan kategori adopter,
yaitu klasifikasi anggota suatu sistem berdasarkan keinovasian (innovativeness)
mereka. Setiap kategori adopter terdiri dari individu dengan tingkat
inovasi yang serupa. Jadi, kategori adopter adalah alat yang memudahkan
dalam menggambarkan anggota sistem.
Kita mengetahui lebih banyak tentang inovasi yaitu derajat tingkat
kepada perorangan atau unit lain dari adopsi secara relatif lebih awal
mengadopsi gagasan baru dibanding anggota suatu syatem yang lain, dibanding
sekitar konsep lain di dalam riset difusi. Sebab inovatif ditingkatkan adalah
sasaran para agen perubahan yang utama, itu menjadi variabel dependent yang
utama di dalam riset difusi. Inovatif menandai adanya perubahan tingkah laku
terang, tujuan yang terakhir yaitu kebanyakan program difusi,
dibanding/bukannya teori yang baru atau tindakan yang seringkali berubah. Maka
inovatif adalah suatu garis alas tentang jenis perilaku di dalam proses
pembauran.
Salah satu pengelompokan
yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi, yang
telah diuji oleh Rogers (1961). Yang diklasifikasikan atas lima kategori yaitu:
a. Inovator (Innovators)
Adalah kelompok orang yang berani dan
siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial
mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang
seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat
jarak geografis. Biasanya
orang-orang ini memiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak
teman atau relasi.
b. Pengguna awal ( Early
Adopter)
Kelompok
ini lebih lokal dibanding
kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih
banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari
informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan
dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk
mencoba inovasi baru.
c. Mayoritas awal (Early Majority)
Kategori
pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama
yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi
secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan
bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting
dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa
sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.
d. Mayoritas akhir (Late
Majority)
Kelompok
yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu
hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka
mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi
mereka. Dalam kasus lain,
kepentinganekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.
e. Tradisional / Kolot/ Terlambat (laggards/avoiders)
Kelompok
ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat
lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru.
Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama
dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi
baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan
menganggap mereka ketinggalan zaman.
Dengan pengetahuan tentang kategorisasi
adopter ini dapatlah kemudian disusun strategi difusi inovasi yang mengacu pada
kelima kategori adopter, sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal, sesuai
dengan kondisi dan keadaan masing-masing kelompok adopter. Hal ini penting
untuk menghindari pemborosan sumber daya hanya karena strategi difusi yang
tidak tepat. Strategi untuk menghadapi adopter awal misalnya, haruslah berbeda
dengan strategi bagi mayoritas akhir, mengingat gambaran ciri-ciri mereka
masing-masing (Rogers, 1983). Secara gamblang digambarkan Rogers sebagai
berikut:
1.
Inovator (Innovators) : Sekitar 2,5% individu yang
pertama kali mengadopsi inovasi. Cirnya: petualang, berani mengambil resiko,
mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
2.
Pengguna awal ( Early
Adopter) : 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi.
Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam
tinggi.
3.
Mayoritas awal (Early Majority):
34% yang menjadi para pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi
internal tinggi.
4.
Mayoritas akhir (Late
Majority): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi.
Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social,
terlalu hati-hati.
5.
Tradisional / Kolot/ Terlambat (laggards/avoiders):
16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi,
wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumber daya terbatas.
3. Strategi
Difusi Inovasi Pendidikan Terhadap Pengadop Inovasi
Strategi adalah suatu cara atau tehnik untuk
meyebarkan inovasi. Dalam proses penyebaran inovasi tidak dapat dilakukan
secara cepat, maka perlu suatu proses dan butuh waktu. Oleh karena itu
penyebaranyapun perlu menggunakan strategi-strategi yang dahsyat.
Dalam proses penginovasian akan lebih mudah
diterapkan jika menggunakan sebuah tehnik-tehnik tertentu yaitu melalui
strategi yang dahsyat. Dengan adanya strategi-strategi yang dahsyat maka
hambatan-hambatan inovasi akan lebih mudah diatasi.
Salah satu faktor yang ikut menentukan
efektivitas pelaksanaan program perubahan sosial adalah ketepatan penggunaan
strategi, maka strategi yang tepat sangat diperlukan. Oleh karenanya kecermatan
yang amat cermat dalam penggunaan strategi yang pas harus dicari dan
diujicobakan.
Strategi - strateginya yaitu antara lain:
1. Strategi
Fasilitatif
Pelaksanaan program perubahan sosial dengan strategi
fasilitatif maknanya adalah untuk mencapai tujuan perubahan sosial yang telah ditentukan,
diutamakannya yaitu penyediaan fasilitas dengan maksud agar program sosial akan
berjalan dengan mudah dan lancar.
Strategi fasilitatif dapat digunakan dengan tepat jika
mengenal masalah yang dihadapi serta menyadari perlunya mencari target perubahan,.
merasa perlu adanya perubahan, bersedia menerima bantuan dari luar dirinya, dan
memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam usaha merubah atau memperbaiki
dirinya.
2. Strategi Pendidikan.
Dengan strategi pendidikan, orang harus belajar lagi tentang
sesuatu yang telah dipelajari tetapi terlupakan, sebelum mempelajari tingkah
laku atau sikap baru. Strategi pendidikan dapat berlangsung efektif, dan perlu
mempertimbangkan perihal berikut yaitu antara lain: Digunakan untuk menanamkan
prinsip-prinsip yang perlu dikuasai.
Disertai dengan keterlibatan berbagai pihak, misalnya dengan
adanya, sumbangan dana, donator, serta penunjang yang lain. Digunakan untuk
menjaga agar klien tidak menolak perubahan atau kembali ke keadaan sebelumnya.
Strategi pendidikan akan kurang efektif jika : Tidak tersedia sumber yang cukup
untuk menunjang kegiatan pendidikan dan digunakan tanpa dilengkapi strategi
yang lain.
3. Strategi
bujukan.
Strategi bujukan tepat digunakan bila klien tidak
berpartisipasi dalam perubahan sosial. Berada pada tahap evaluasi atau
legitimasi dalam proses pengambil keputusan untuk menerima atau menolak
perubahan sosial. Strategi bujukan tepat jika masalah dianggap kurang penting
atau jika cara pemecahan masaalah kurang efektif serta pelaksana program
perubahan tidak memiliki alat control secara langsung terhadap klien.
4. Strategi
Paksaan.
Strategi dengan cara memaksa klien untuk mencapai tujuan
perubahan. Apa yang dipaksa merupakan bentuk dari hasil target yang diharapkan.
Penggunaan strategi paksaan perlu mempertimbangkan partisipasi klien terhadap
proses perubahan rendah dan klien tidak merasa perlu untuk berubah.
Tujuan diadakannya inovasi perlu dimengerti dan diterima oleh
guru, siswa, orang tua serta masyarakat. Harus dikemukakan dengan jelas mengapa
perlu ada inovasi. Motivasi positif harus digunakan untuk memberikan rangsangan
agar mau menerima inovasi.
Motivasi dengan ancaman, yaitu mengajak agar orang mengikuti
yang dilakukan oleh orang lain atau dengan menasehati agar orang menghindari kegagalan,
belum tentu dapat berhasil.
Planing tentang evaluasi keberhasilan program inovasi.
Kejelasan tujuan dan cara menilai keberhasilan penerapan inovasi, merupakan
motivasi yang kuat untuk menyempurnakan pelaksanaan inovasi.
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan memperhatikan pembahasan di atas maka
dapat disimpulkan bahwa keinovatifan dan kategori pengadop inovasi itu memiliki
suatu keunikan yaitu Inovasi sebagai sasaran/instrumen untuk melakukan
perubahan sosial dan keinovatifan merupakan tingkat pengadopsian dari kelompok
masyarakat yang sedang mengalami proses perubahan.
Dalam menerima inovasi, pengadopsi
dikategorikan dalam lima kelompok yaitu : innovator,
pengguna awal, mayoritas awal, mayoritas ahir dan laggard. Selain itu dalam
hal inovasi banyak hambatannya. Untuk itu perlu taktik dan strategi yang
dahsyat yaitu antara lain: Strategi
Fasilitatif, Strategi Pendidikan, Strategi bujukan dan Strategi Paksaan.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarman. 2003. Agenda Pembaharuan sistem Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ibrahim.1988. Inovasi Pendidikan.
Jakarta: Depdikbud Dirjendikti
Ihsan, Fuad.1995. Dasar-dasar
Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Rogers, Everett M.1983. Diffusion of
innovations. New York: The Free Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar