Senin, 08 April 2013

PSI (Pengembangan Strategi Instruksional)


PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Pengajaran merupakan perpaduan dari dua aktifitas yaitu  aktifitas mengajar dan aktifitas belajar. Aktifitas mengajar menyangkut peranan guru dalam konteks megupayakan terciptanya jalinan komunikasi yang harmonis antara mengajar itu sendiri dengan belajar. Jalinan komunikasi yang harmonis inilah yang menjadi indikator suatu aktifitas proses pengajaran itu berjalan dengan baik.
            Suatu pengajaran akan baik disebut baik bejalan dan berhasil secara baik, manakala guru mampu mengubah diri perserta didik dalam arti yang luas serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama ia terlibat di dalam proses pengajaran itu, dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi perkembangan pribadinya.
Strategi instruksional adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk memfasilitasi siswa belajar. Jonassen et al. (1991) mendefinisikan strategi instruksional sebagai the plan and the techniques that the instructor/instructional designer uses to engage the learner and facilitate learning (p. 34). Strategi instruksional mengoperasionalkan model pedagogi. Strategi instruksional merupakan spesifikasi bagaimana implikasi teori belajar diubah menjadi prosedur instruksional, yang menghasilkan rencana pelaksanaan pembelajaran. Contoh strategi instruksional meliputi: (1) melaksanakan pembelajaran autentik, (2) memfasilitasi pemecahan masalah, eksplorasi, dan pembuatan hipotesis, (3) melakukan kolaborasi, (4) memberikan scaffolding, (5) melakukan artikulasi dan refleksi.
Dick dan Carey (1985) mengatakan bahwa suatu strategi instruksional menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set bahan instruksional dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada siswa.
Setiap guru memiliki cara atau style yang berbeda dalam melaksanakan proses pembelajaran. Ada yang cukup menggunakan satu model dan satu metode, ada juga yang menggunakan satu model yang terdiri dari beberapa metode. Walaupun terdapat variasi dalam proses tersebut, pada dasarnya ada satu hal yang harusnya tetap sama yaitu keyakinan guru dalam menggunakan model ataupun metode atau yang dikenal juga dengan kata yang lebih luas, strategi tersebut bertujuan agar siswa dapat memahami apa yang akan ia sampaikan.
Keberagaman dalam memvariasikan model, metode dan media  tersebut harusnya tetap memiliki pola atau standarisai agar dapat dikatakan baik. Terkait dengan bagaimana cara menyusun strategi instruksional yang baik inilah penulis angkat sebagai permasalahan pada makalah ini. Adapun strategi instruksional yang disusun berdasarkan strategi instruksional dalam model pengembangkan Instruksional  yang dikembangkan oleh Suparman (2004).

PEMBAHASAN
Definisi strategi instruksional
Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Jika dihubungkan dengan pembelajaran, strategi dapat diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan peserta didik dalam perwujudan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan (Trianto, 2007).
Pengertian strategi pembelajaran atau instruksional secara detail diungkapkan oleh Suparman (2004), bahwa strategi instruksional merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran dan peserta didik, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan. Penulis lebih cenderung pada pengertian yang diungkapkan oleh Suparman.
Dick  dan  Carey  (1985) mengatakan bahwa suatu strategi instruksional menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu strategi bahan instruksional dan prosedur-prosedur yang akan digunakan bersama bahan-bahan tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada mahasiswa.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut diatas, maka penulis bisa menyimpulkan bahwa strategi instruksional adalah merupakan perpaduan dari urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran dan peserta didik, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses instruksional untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan.

Komponen Metode Instruksional
Komponen metode instruksional terdiri dari beberapa metode yang digunakan dalam setiap langkah pada urutan kegiatan instruksional. Setiap langkah mungkin menggunakan satu atau beberapa metode atau mungkin pula setiap langkah menggunakan metode yang sama. Tidak semua metode instruksional sesuai untuk digunakan dalam mencapai tujuan instruksional tertentu. Oleh karena itu, seorang pengembang instruksional  harus memilih metode yang sesuai untuk setiap TIK yang ingin dicapai. Metode-metode yang dapat digunakan antara lain Metode  instruksional berfungsi sebagai cara dalam menyajikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Berbagai metode yang digunakan dalam kegiatan instruksional antara lain dengan tabel berikut ini :
Hubungan antara Metode dengan Kemampuan yang akan dicapai
NO
METODE
KEMAMPUAN DALAM TIK
1
Ceramah
Menjelaskan konsep, prinsip, atau prosedur
2
Demontrasi
Melakukan suatu keterampilan berdasarkan standar prosedur tertentu
3
Penampilan
Melakukan suatu keterampilan
4
Diskusi
Menganalisis/memecahkan masalah
5
Studi Mandiri
Menjelaskan/menganalisis/mensisntesis/mengeva-luasi sesuatu yang bersifat kognitif dan psikomotorik
6
Kegiatan Instruksional Terprogram
Menjelaskan konsep, prinsip, atau prosedur
7
Latihan dengan Teman
Melakukan suatu keterampilan
8
Simulasi
Menjelaskan, menerapkan dan menganalisis suatu konsep dan prinsip
9
Sumbang Saran
Menjelaskan, menerapkan, menganalisis konsep, prinsip, dan prosedur tertentu
10
Studi Kasus
Menganalisis/memecahkan masalah
11
CAL
Menjelaskan, menerapkan, menganalisis. Mensintesis, mengevaluasi sesuatu
12
Insiden
Menganalisis, memecahkan masalah
13
Praktikum
Melakukan suatu keterampilan
14
Proyek
Melakukan/menyusun laporan suatu kegiatan
15
Bermain Peran
Menerapkan suatu konsep, prinsip atau prosedur
16
Seminar
Menganalisis, memecahkan masalah
17
Simposium
Menganalisis masalah
18
Tutorial
Menjelaskan, menerapkan, menganalisis suatu konsep, prinsip dan prosedur
19
Deduktif
Menjelaskan, menerapkan, menganalisis suatu konsep, prinsip dan prosedur
20
Induktif
Mensintesis suatu konsep, prinsip atau perilaku

1. Metode Ceramah
Metode ceramah berbentuk penjelasan pengajar kepada siswa SD N 43 Palembang dan biasanya diikuti dengan Tanya jawab tentang isi pelajaran yang belum jelas.
Beberapa kelebihan metode ceramah adalah :
1.         Guru mudah menguasai kelas.
2.         Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar
3.         Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar.
4.      Mudah dilaksanakan
Beberapa kelemahan metode ceramah adalah :
1.        Membuat siswa pasif
2.        Mengandung unsur paksaan kepada siswa
3.        Mengandung daya kritis siswa
4.        Anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.
5.        Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik.
6.        Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).
7.        Bila terlalu lama membosankan.(Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
2. Metode Penampilan/praktik
Metode Penampilan/praktik berbentuk pelaksanaan praktik oleh siswa SD N 43 Palembang di bawah supervisi dari dekat oleh pengajar. Untuk menggunakan metode ini pengajar harus :
1.    Memberikan penjelasan yang cukup kepada siswa selama siswa berpraktik.
2.    Melakukan tindakan pengamanan sebelum kegiatan praktik dimulai untuk keselamatan siswa dan alat-alat yang digunakan.
3.    Metode penampilan tepat digunakan bila :
4.    Pelajaran telah mencapai tingkat lanjutan.
5.    Kegiatan instruksional bersifat formal, latihan kerja, atau magang.
6.    Siswa mendapat kemungkinan untuk menerapkan apa yang dipelajarinya ke dalam situasi sesungguhnya.
7.    Kondisi praktik sama dengan kondisi kerja
8.    Dapat disediakan bimbingan kepada siswa secara dekat selama praktik.
9.    Keterbatasan penggunaaan metode penampilan adalah :
10.     Membutuhkan waktu panjang, karena siswa harus mendapatkan kesempatan berpraktik sampai baik.
11.     Membutuhkan fasilitas dan alat khusus yang mungkin mahal, sulit diperoleh, dan dipelihara secara terus menerus.
12.     Membutuhkan pengajar yang lebih banyak, karene setiap pengajar hanya dapat membantu sejumlah kecil siswa.
3. Metode Diskusi
Metode Diskusi adalah interaksi antara siswa dari siswa atau siswa SD N 43 Palembang dengan pengajar untuk menganalisis, atau memperdebatkan topic atau permasalahan tertentu. Metode diskusi diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk :
      1.         Mendorong siswa berpikir kritis.
      2.         Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
      3.         Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama.
      4.         Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdsarkan pertimbangan yang seksama.
Kelebihan metode diskusi sebagai berikut :
1.      Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan
  1. Menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
  2. Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi.
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut :
  1. Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
  2. Tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
  3. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
4.      Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal

  Komponen Media Instruksional
Kata media dalam “media pembelajaran” secara harfiah berarti perantara atau  pengantar; sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi yang  diciptakan untuk membuat seseorang melakukan suatu kegiatan belajar”. Dengan  demikian, media pembelajaran memberikan penekanan pada posisi media sebagai  wahana penyalur pesan atau informasi belajar untuk mengkondisikan seseorang  untuk belajar. Dengan kata lain, pada saat kegiatan belajar berlangsung bahan belajar  (learning matterial) yang diterima siswa diperoleh melalui media.  Terjadinya belajar  bermakna ini tidak terlepas dari peran media terutama dari kedudukan dan fungsinya.  Secara umum media mempunyai kegunaan:
                        1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
                        2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra.
                        3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
                        4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual,  auditori & kinestetiknya.
                        5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan  persepsi yang sama.
Sebuah media yang efektif dan efisien serta menyenangkan tentu menjadi dambaan dan kebutuhan untuk pembelajaran, untuk mendapatkan media tersebut diperlukan beberapa prinsip yang perlu diperhatikan diantaranya dalam pemilihan media. Terdapat beberapa pendapat dan cara dalam mengembangkan media, meskipun caranya berbeda-beda, namun ada hal yang sepakat bahwa setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan yang akan memberikan pengaruh kepada efektifitas program pembelajaran.
Dalam hal ini tidak ada satu media yang sempurna, dengan kata lain dapat digunakan dalam semua situasi, semua karakteristik siswa dan semua mata pelajaran, namun media sifatnya kondisional dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan. Sejalan dengan hal ini, pendekatan yang ditempuh adalah mengkaji media sebagai bagian integral dalam proses pendidikan yang fokusnya akan memperhatikan beberapa komponen, diantaranya :
1. Instructional Goals, yaitu tujuan instruksional apa yang akan dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran. Dari kajian Tujuan Instruksional Umum (TIU) atau Tujuan Instruksional Khusus (TIK) ini bisa dianalisis media apa yang cocok guna mencapai tujuan tersebut. Jika kita kaitkan dengan kurikulum berbasis kompetensi maka kita harus memperhatikan : standar kompetensi, kompetensi  dasar dan terutama indikator.
2. Instructional content, materi pembelajaran, yaitu bahan atau kajian apa yang akan diajarkan pada program pembelajaran tersebut. Pertimbangan lainnya, dari bahan atau pokok bahasan tersebut sampai sejauhmana kedalaman yang harus dicapai, dengan demikian kita bisa mempertimbangkan media apa yang sesuai untuk penyampaian bahan tersebut.
3. Learner Characteristic, familiaritas media dan karakteristik siswa. Yaitu mengkaji sifat-sifat dan ciri media yang akan digunakan dikaitkan dengan karakteristik siswa, baik secara kuantitatif (jumlah) ataupun kualitatif (kualitas,  ciri, dan kebiasaan lain) dari siswa terhadap media yang akan digunakan.
4. Media selection, adanya sejumlah media yang bisa diperbandingkan karena pemilihan media pada dasarnya adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah media yang ada ataupun yang akan dikembangkan.

 Komponen Waktu
Komponen terakhir alam strategi instruksional adalah waktu. Waktu yaitu jumlah waktu dalam menit yang dibutuhkan oleh pengajar dan peserta didik untuk menyelesaikan setiap langkah pada urutan kegiatan instruksional. Menghitung waktu sangat penting bagi pengajar, pengajar harus dapat membagi waktu untuk setiap langkah dalam pendahuluan, pennyajian, dan penutup.
Penentuan jumlah waktu bagi pengejar dan peserta didik pada setiap langkah urutan kegiatan instruksional merupakan suatu batasan bagi pengajar dan mahasiswa bahwa tujuab instruksional akan dapat dicapai bilamereka dapat memenuhinya. Karena walaupun tujuan instruksional sama metode dan media yang digunakan sama, tetapi penekanan jumlah waktu berbeda,  hasilnya dapat berbeda pula.



Menyusun Strategi Instruksional
Penyusunan strategi instruksional haruslah berdasarkan tujuan instruksional yang akan dicapai sebagai kriteria utama. Disamping itu penyusunan juga harus mempertimbangkan engajar, waktu, biaya dan fasilitas.
Berikut ini akan diuraikan tahapan penyusunan strategi instruksional:
1.    Isilah nomor TIK yang strategi instruksional yang akan disusun. Ini berarti pengembang instruksional akan menyusun satu strategi instruksional untuk satu TIK.
2.    Kolom satu telah diisi dengan pendahuluan, penyajian, dan penutup, pada kolom kedua diisi urutan kegiatan instruksional yang sesuai untuk menghasilkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tercantum pada TIK
3.    Kolom tiga diisi dengan garis-garis besar materi yang akan diberikan oleh pengajar dalam setiap urutan kegiatan. Kolom 4 disikan tentang metode yang digunakan, kolom 5 tentang media yang akan digunakan, sedangkan kolom 6 tentang waktu yang dibutuhkan.

Tabel Komponen Utama dan Subkomponen dalam strategi instruksional

Urutan kegiatan instruksional
Metode
Media
Waktu

Pendahuluan
Deskripsi Singkat:
Relevansi:
TIK/Tujuan Pembelajaran:




Penyajian
Uraian:
Contoh:
Latihan:




Penutup
Tes Formatif:
Umpan Balik:
Tindak Lanjut:




Subkomponen Pendahuluan
            Dick danCarey (1985) menyebutnya preinstructional activities dan Universitas Terbuka menggunakan istilah pengantar atau kadang-kadang disebut pendahuluan. Kegiatan awal tersebut dimaksudkan untuk mempersiapkan mental siswa agar siap dalam mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru. Seorang pengajar yang baik tidak akan mendadak mengajarkan topik pada hari itu. Pengajar yang baik harus bersedia menggunakan waktunya sejenak untuk mengikuti siswanya, baru kemudian pelan-pelan masuk ke dalam topik yang akan dibahas. Selain itu, pengajar yang baik akan meningkatkan motivasi siswa untuk mempelajari pelajaran baru sebelum ia mengajarkannya dengan cara menjelaskan apa manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa di kemudian hari.

 Subkomponen Penyajian
           Penyajian adalah subkomponen yang sering ditafsirkan secara awam sebagai pengajaran karena memang merupakan inti kegiatan pengajaran. Di dalamnya terkandung tiga pengertian pokok, yaitu: urain, contoh, dan latihan.
Subkomponen Penutup
            Subkomponen terakhir ini terdiri dari dua langkah, yaitu: pertama tes formatif dan umpan balik, kedua tindak lanjut.
a.      Tes Formatif
Adalah satu set pertanyaan untuk dijawab atau seperangkat tugas yang dilakukan untuk mengukur kemajuan belajar siswa setelah menyelesaikan suatu tahap pelajaran. Selain itu tes merupakan bagian dari kegiatan belajar siswa secara aktif dan secara efektif membuat siswa menguasai pelajaran. Hasil tes formatif harus diberitahukan kepada siswa sebagai umpan balik, agar proses belajar menjadi efektif, efisien, dan menyenangkan. Umpan balik merupakan salahsatu kegiatan instruksional yang sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.

b.      Tindak lanjut
Adalah kegiatan yang dilakukan siswa setelah melakukan tes formatif dan umpan balik. Siswa yang mendapatkan hasil tes dengan nilai baik, dapat melanjutkan ke bagian pelajaran selanjutnya atau mempelajari bahan tambahan untuk memperdalam pengetahuan. Sedangkan siswa dengan nilai kurang baik harus mengulang isi pelajaran tersebut dengan menggunakan bahan instruksional yang sama atau berbeda. Petunjuk dari pengajar tentang apa yang harus dilakukan siswa  merupakan salahsatu bentuk pemberian tanda dan bantuan kepada siswa untuk memperlancar kegiatan belajar selanjutnya.






















Contoh Kegiatan Instruksional pada sekolah Dasar Negeri 43 Palembang :
Urutan kegiatan instruksional
Metode
Media
Waktu

Pendahuluan
Deskripsi Singkat:
Relevansi:
TIK/Tujuan Pembelajaran:
Ceramah
Buku,
10 Menit

Penyajian
Uraian:
Contoh:
Latihan:
Diskusi
Buku, gambar,
Audio video
30 Menit

Penutup
Tes Formatif:
Umpan Balik:
Tindak Lanjut:

Sumbang saran

Buku

5 Menit





KESIMPULAN
                  Konsep strategi instruksional merupakan urutan kegiatan instruksional yang dikaitkan dengan metode, media, dan waktu yang dibutuhkan pengajar dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional tertentu. Strategi instruksional yang digambarkan dalam MPI bukan saja cara tentang bagaimana tujuan instruksional dicapai, melainkan juga dengan alat apa dan berapa besar usaha yang harus dilaksanakan oleh pengajar dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional tersebut.













DAFTAR PUSTAKA
Reigeluth, Charles M., Carr-Chellman, Alison A. (2009). Instructional Design Theories and Models. Building a Common Knowledge Base. Madison Ave, New York: Taylor and Francis Publisher.
            Sadiman, Arief. S., Rahardjo., Haryono, Anung., & Rahardjito. (2009). Media Pendidikan. Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya.  Raja Grafindo Persada. Jakarta.
            Suparman, M. Atwi. (2004). Desain Instruksional. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka. Jakarta.

Senin, 01 April 2013

Teori Kognitif Menurut David Ausubel



PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari – hari manusia harus terus belajar, manusia itu bisa kita sebut peserta didik maka belajar hanya dialami oleh peserta didik  sendiri. Peserta didik adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat peserta didik mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh peserta didik berupa keadaan alam, benda-benda atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar dari suatu hal tersebut nampak sebagai perilaku belajar yang nampak dari luar. Pengertian dari belajar sangat beragam, banyak dari para ahli yang mengartikan secara berbeda-beda definisi dari belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar merupakan hal yang penting dalam bidang pendidikan. Tentu saja dalam proses belajar terdapat teori-teori yang memunculkan adanya belajar.
Sejak dahulu para ilmuwan terus mengembangkan teori-teori belajar sebagai temuan mereka untuk mengembangkan pemikiran belajar mereka. Era globalisasi telah membawa berbagai perubahan yang memunculkan adanya teori-teori belajar yang baru guna menyempurnakan teori–teori yang telah ada sebelumnya. Dengan bermunculnya teori-teori yang baru akan menyempurnakan teori-teori yang sebelumnya. Berbagai teori belajar dapat dikaji dan diambil manfaat dengan adanya teori tersebut. Tentunya setiap teori belajar memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan, tak jarang dalam setiap teori belajar juga terdapat kritikan-kritikan untuk penyempurnaan teori tersebut.

Pengertian Belajar Bermakna
Menurut David P. Ausubel, ada dua jenis belajar :
1.    Belajar Bermakna (Meaningfull Learning)
Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Sehingga peserta didik menjadi kuat ingatannya dan transfer belajarnya mudah dicapai. Struktur kognitif dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.
2.    Belajar Menghafal (Rote Learning)
Bila struktur kognitif  yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini perlu bila seseorang memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahui sebelumnya.

Dua Dimensi Belajar Bermakna Menurut Ausubel
Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada peserta didik melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana peserta didik dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika peserta didik hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika peserta didik menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.

  Empat Tipe Belajar Menurut Ausubel
1.    Belajar dengan penemuan yang bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik. Peserta didik itu kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik diminta menemukan sifat-sifat suatu bujur sangkar. Dengan mengaitkan pengetahuan yang sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi panjang, peserta didik dapat menemukan sendiri sifat-sifat bujur sangkar tersebut.
2.     Belajar dengan penemuan tidak bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik, kemudian ia menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat-sifat bujur sangkar tanpa bekal pengetahuan sifat-sifat geometri yang berkaitan dengan segiempat dengan sifat-sifatnya, yaitu dengan penggaris dan jangka. Dengan alat-alat ini diketemukan sifat-sifat bujur sangkar dan kemudian dihafalkan.
3.     Belajar menerima yang bermakna
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik dalam bentuk final/ akhir, peserta didik kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik akan mempelajari akar-akar persamaan kuadrat. Pengajar mempersiapkan bahan-bahan yang akan diberikan yang susunannya diatur sedemikian rupa sehingga materi persamaan  kuadrat tersebut dengan mudah ter’tanam’ kedalam konsep persamaan yang sudah dimiliki peserta didik. Karena pengertian persamaan lebih inklusif dari pada persamaan kuadrat, materi persamaan tersebut dapat dipelajari peserta didik secara bermakna.
4.    Belajar menerima yang tidak bermakna
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam bentuk final. Peserta didik tersebut kemudian menghafalkannya. Bahan yang disajikan tadi tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta didik.

  Prasyarat Belajar Bermakna
a.    Kondisi dan sikap peserta didik terhadap tugas, hendaknya bersesuaian dengan intensi peserta didik. Apabila peserta didik melaksanakan tugas dengan sikap bahwa ia ingin memahami bahan pelajaran dan mengaplikasikan bahan baru serta menghubungkan bahan pelajaran yang terdahulu, dikatakan peserta didik itu belajar bahan baru dengan cara yang bermakna. Sebaliknya bila peserta didik itu tidak berkehendak mengaitkan bahan yang dipelajari dengan informasi yang dimiliki, maka belajar itu tidak bermakna. Demikianlah banyak peserta didik yang tidak berusaha mengerti matematika, cenderung mengalami kegagalan dan akhirnya membenci matematika.
b.    Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan struktur kognitif peserta didik sehingga peserta didik tersebut dapat mengasimilasi bahan baru secara bermakna. Belajar bermakna pada tahap mula-mula memberikan pengertian kepada bahan baru sehingga bahan baru itu akan terserap dan kemudian diingat peserta didik. Ia tidak menghafal asosiasi stimulus-respon yang terpisah-pisah.
c.    Tugas-tugas yang diberikan haruslah sesuai dengan tahap perkembangan intelektual peserta didik. Peserta didik yang masih di dalam periode operasi konkrit, bila diberi bahan materi matematika yang abstrak tanpa contoh-contoh konkrit dari materi tersebut, akan mengakibatkan peserta didik itu tidak mempunyai keinginan materi tersebut secara bermakna. Dengan demikian peserta hanya menghafal pelajaran tadi tanpa pengertian sehingga peserta didik mempelajari matematika dengan pernyataan- pernyataan herbal yang tidak cermat dan tepat.

 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Belajar Bermakna
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. 
Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.

Kondisi- Kondisi Belajar Bermakna
1.    Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan- bahan baru dengan bahan- bahan lama.
2.    Lebih dahulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal- hal yang lebih terperinci.
3.    Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan lama.
4.    Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang baru disajikan.
Kelebihan dan Kelemahan Belajar Bermakna
 Ada tiga kelebihan dari belajar bermakna yaitu :
1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
2. Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
3. Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.
 Kelemahan Belajar Bermakna :
1.        Informasi yang dipelajari secara hafalan tidak lama diingat.
2.        Jika peserta didik berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermakna sama sekali baginya.

Penerapan Pembelajaran Bermakna
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif peserta didik melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar peserta didik, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk peserta didik pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi peserta didik.
Pada belajar bermakna peserta didik dapat mengasimilasi pada belajar bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final, sedangkan pada belajar bermakna secara penemuan, peserta didik diharapkan dapat menemukan sendiri informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan. Belajar bermakna dapat terjadi jika peserta didik mampu mengkaitkan materi pelajaran baru dengan struktur kognitif yang sudah ada. Struktur kognitif tersebut dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh peserta didik. Bruner memandang manusia sebagai pemproses, pemikir, dan pencipta informasi.
Anak harus mengubah dirinya untuk melakukan hal itu, sebagai contoh, jika seorang anak menemukan sebuah benda yang menghalangi jalan bagi mainannya (mobil-mobilan misalnya), anak tersebut menemukan penyelesaian yang membuat dirinya dapat memudahkan benda yang menghalangi itu dan mainannya dapat berjalan lagi. Asimilasi di lain pihak, adalah kemampuan anak mengubah untuk memenuhi apa yang ia imajinasikan. Anak memiliki ide apa yang ia inginkan dan memodifikasi lingkungan untuk mencapai hal tersebut. 
Ia mungkin melakukan modifikasi melalui aktifitas mental, misalnya seorang anak berumur 4 tahun menganggap sebatang sedotan minuman sebagai tongkat ajaib atau lempengan plastik dianggapnya sebagi pedang yang ampuh. Namun, dapat juga ia melakukannya dengan aktifitas fisik, misalnya seorang anak membuat rumah rumahan, sebuah arca atau sebuah candi dari pasir. Hal ini sering dihubungkan dengan ‘bermain’ (play), yang sangat disukai oleh anak-anak. Memang antarasimilasi dan bermain terdapat hubungan yang sangat erat. 
Kita semua tahu bahwa anak suka bermain dan asimilasi menjelaskan mekanisme psikologis mengenai hal itu. Dalam bermain anak-anak mentransformasikan objek-objek untuk memenuhi imajinasi yang ada pada dirinya. Secara mudah dapat dikatakan bahwa asimilasi melibatkan proses transformasi pengalaman di dalam pikiran, sedangkan akomodasi melibatkan proses penyesuaian pikiran terhadap pengalaman yang baru. Pada sembarang tahapan (stage) perkembangan, akomodasi atau asimilasi salah satu untuk sementara mendominasi dan baru kemudian digantikan oleh yang lain. Akhirnya suatu keseimbangan (equilibrium) akan diperoleh (untuk tahapan tertentu) melalui proses penyeimbangan atau ekuilibrasi (equilibration). Ekuilibrasi adalah kemampuan anak untuk menyusun dan mengatur.
Metode Ekspositori
Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus-menerus bicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti. Kalau dibandingkan dominasi guru dalam kegiatan belajar mengajar, metode ceramah lebih terpusat pada guru daripada metode ekspositori. Pada metode ekspositori peserta didik belajar lebih aktif daripada metode ceramah. Peserta didik mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya, atau disuruh membuatnya di papan tulis.
Beberapa hasil penelitian (di Amerika Serikat) menyatakan metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien. Demikian pula keyakinan sementara ahli teori belajar-mengajar. David P. Ausubel berpendapat bahwa metode ekspositori yang baik merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna.
Ausubel membedakan belajar menjadi:
a.       Belajar dengan menerima (reception learning), dan
b.      Belajar melalui penemuan (discovery learning)
Kalau materi yang disajikan kepada peserta didik lengkap sampai bentuk akhir yang berupa rumus atau pola bilangan, maka cara belajar peserta didik dikatakan belajar menerima. Misalnya luas segitiga diberikan lengkap sampai rumus . Pada belajar dengan penemuan, bentuk akhir yang berupa rumus, pola, atau aturan itu harus ditemukan sendiri oleh peserta didik. Proses penemuannya dapat dilakukan sendiri atau dapat pula dengan bimbingan.
Belajar dibedakan pula menjadi:
a.       Belajar dengan menghafal (rote learning), dan
b.      Belajar dengan pengertian (meaningful learning)
Belajar dengan  menerima dan belajar melalui penemuan kedua-duanya bisa menjadi belajar dengan menghafal atau belajar dengan pengertian. Kalau seorang anak belajar teorema Phytagoras lengkap hingga rumusnya dengan cara menerima, selanjutnya rumus itu selalu dikaitkan dengan hubungan antara ukuran sisi siku-siku dan sisi miring segitiga siku-siku, maka belajar menerima itu menjadi belajar dengan pengertian. Juga, bila seorang peserta didik memperoleh teorema Phytagoras itu melalui penemuan dan kemudian rumusnya selalu dikaitkannya dengan hubungan antara ukuran sisi siku-siku dengan sisi miring segitiga siku-siku, maka belajar dengan penemuan itu menjadi belajar dengan pengertian. Jika dua orang peserta didik belajar ; seorang belajar dengan menerima dan yang seorang lagi belajar dengan penemuan, tetapi selanjutnya mereka hanya menghafal bentuk akhir itu sebagai aturan untuk melakukan pembagian dengan pecahan, maka belajar mereka akhirnya hanya belajar menghafal saja.

 Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi kasus yang khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Ini terdiri dari 2 macam pernyataan yang benar dan sebuah kesimpulan (konklusi). Kedua pernyataan pendukung silogisme disebut premis (hipotesis) yang dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor. Kesimpulan diperoleh sebagai hasil penalaran deduktif berdasarkan macam premis itu.
Mengajarkan konsep dengan pendekatan deduktif dimulai dengan contoh-contoh yang dapat diberikan oleh guru atau dicari oleh murid. Karena itu, guru harus dapat memperkirakan pendekatan mana sebaiknya yang dipakai untuk mengajarkan bahan tertentu di suatu kelas. Ada baiknya, para guru matematika sewaktu-waktu bertukar pendapat mengenai pendekatan yang lebih cocok dipakai untuk mengajarkan bahan tertentu di suatu kelas berdasarkan pengalaman. Fakta yang diperoleh dari pengalaman merupakan salah suatu sumber pengetahuan.

KESIMPULAN
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah peserta didik berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus-menerus bicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti.
Pendekatan Deduktif adalah pendekatan yang menggunakan penalaran deduktif dengan cara definisi diberikan terlebih dahulu, kemudian para siswa diajak untuk menerapakan teori-teori melalui contoh yang sesuai dengan materi yang diberikan sebelumnya oleh guru, atau dengan kata lain pendekatan yang menggunakan pola pikir logis untuk menarik suatu kesimpulan dari hal umum ke hal yang khusus.











DAFTAR PUSTAKA

Krismanto, Al. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi dalam Pembelajaran Matematika. Yogyakarta.