PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh
individual
atau organisasi, mulai sadar atau tahu adanya
inovasi sampai implementasi inovasi. Berapa lama waktu yang dipergunakan selama
proses itu berlangsung akan berbeda antara orang atau masyarakat satu dengan
yang lainnya, tergantung kepekaan orang atau masyarakat terhadap inovasi.
Demikian pula selama proses inovasi itu berlangsung akan selalu terjadi
perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.
Dalam
wacana ilmu komunikasi, ada teori yang dinamakan Diffusion of Innovasion yang
dikemukakan oleh Everett M. Rogers (1995). Teori ini membahas mengenai
bagaimana sebuah inovasi baru dapat di adopsi oleh masyarakat. Masyarakat
penerima inovasi tersebut oleh Rogers dinamakan sebagai adopter
(pengadopsi).
2.
Rumusan
Masalah
1. Apakah definisi keinovatifan?
2. Apa sajakah faktor-faktor yang
mempengaruhi keinovatifan?
3. Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi keinovatifan.
2.
Untuk memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi keinovatifan.
PEMBAHASAN
1.
Definisi
Keinovatifan
Keinovatifan (Innovativeness) adalah sejauh mana individu atau
unit
adopsi lain relatif lebih awal
dalam mengadopsi ide-ide baru dari anggota lain dari suatu sistem.
Keinovatifan lebih menunjukkan
perubahan perilaku yang nyata, yang menjadi tujuan utama dari sebagian besar
program difusi, daripada hanya perubahan kognitif maupun sikap. Keinovatifan
merupakan perilaku utama dalam proses difusi. (Rogers,1995).

Menurut Rogers (1995),
keinovatifan adalah tingkat yang berkenaan dengan seberapa lama
seseorang/kelompok/sistem sosial lebih dahulu dalam mengadopsi ide-ide baru
dari konsep-konsep difusi inovasi dibandingkan dengan yang lain.
Keinovatifan menjadi perubah
utama dalam proses difusi inovasi yang disponsori oleh agen perubahan. Pada
negara berkembang keinovatifan dipandang sebagai salah satu indikator
kesuksesan program-program pembangunan. Keinovatifan menunjukan perubahan
tingkah laku yaitu tujuan akhir program difusi bukan hanya pikiran dan sikap. (Ibrahim,
1988).
Inovasi di sini yaitu sebagai
sasaran yang dapat menjadi instrumen untuk melakukan perubahan sosial sedangkan
keinovatifan merupakan tingkat pengadopsian dari kelompok masyarakat dan juga menjadi
ciri pokok masyarakat yang sedang mengalami proses perubahan.
Proses perubahan tergantung
pada waktu, objek dan sasaran. Ada yang gampang menerima atau bahkan sebaliknya
yaitu sulit menerima atau menerima tetapi memerlukan waktu yang sangat lama.
Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa keinovatifan adalah sebuah proses seseorang dalam menerima
gagasan, objek yang menyangkut metode, strategi baru dan produk kategori lebih
awal apabila dibandingkan dengan yang lain dalam system sosialnya. Lamban atau cepatnya
dalam menerima inovasi sangat tergantung pada individu penerima, karakteristik
inovasi dan karakteristik lainnya yang individu itu berada di dalamnya.
2.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Keinovatifan
Seperti
telah diungkapkan sebelumnya bahwa tujuan utama proses difusi
adalah agar diadopsinya
suatu inovasi. Namun demikian, seperti terlihat dalam model proses keputusan
inovasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi
tersebut. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi
proses keputusan inovasi:
a. Status Sosial Ekonomi (Socioeconomic Status)
Status
sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat atau
status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu
masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat
pendidikan, pendapatan dan sebagainya. (Soetjiningsih dalam Suparyanto).
Variabel
dalam status sosial ekonomi yaitu pendapatan, gaya hidup, kekayaan, pekerjaaan
dan lain sebagainya. Hal ini mempengaruhi keinovatifan seseorang.
Berikut ini, menurut
Roger, perbedaan antara Earlier adopters dengan
late
adopters
dalam status sosial ekonomi, yaitu:
1.
Earlier adopters tidak berbeda dengan late
adopters dalam hal umur.
Suatu inovasi dapat dilakukan oleh orang yang umurnya
muda ataupun dewasa. Penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara umur dan
keinovatifan.
2.
Earlier adopters memiliki pendidikan formal yang lebih tinggi dibandingkan
dengan late adopters.
3.
Earlier adopters mungkin lebih terpelajar dibandingkan dengan late adopters.
4.
Earlier adopters memiliki status sosial yang tinggi dibandingkan dengan late adopters.
5.
Earlier adopters mempunyai mobilitas sosial yang lebih tinggi dibandingkan
dengan late adopters.
6.
Earlier adopters mempunyai unit yang besar (pertanian, sekolahan,
perusahaan, dan lainnya) dibandingkan dengan late adopters.
Roger memberikan
pertanyaan dalam hal status sosial ekonomi, apakah
para inovator berinovasi
karena kekayaan mereka ataukah mereka kaya karena mereka berinovasi? Jawabannya
tidak semata-mata berdasarkan data tetapi ada alasan yang bisa dipahami mengapa
status sosial dan keinovatifan berbeda secara bersamaan.
Ada beberapa ide baru
yang berharga untuk diinovasi membutuhkan
pengeluaran modal awal
yang besar. Dengan kekayaanlah mungkin bisa mengadopsi inovasi tersebut.
Keuntungan yang lebih besar dapat diperoleh oleh yang pertama kali mangadopsi.
Para inovator menjadi lebih kaya dan Laggards
menjadi miskin dalam proses ini. Akan tetapi para inovator yang pertama tentu
akan menerima resiko yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena ada beberapa inovasi yang mungkin gagal. Oleh karena
dibutuhkan kekayaan yang cukup untuk menerima kerugian tersebut.
Walaupun kekayaan dan
keinovatifan sangat erat kaitannya, faktor
ekonomi tidak memberikan
penjelasan yang lengkap dari kebiasaan berinovasi. Misalnya, para inovator
pertanian cenderung menjadi kaya, ada pula banyak petani kaya yang tidak
berinovasi.
Teori Cancian

Gambar 1. Quartile Rangks on
Socioeconomic Status (Roger)
Professor
Frank Cancian adalah seorang antropolog yang menemukan “The Cancian Dip”. Toeri
Cancian mengatakan bahwa status sosial ekonomi dan keinovatifan bergerak pada
titik-titik yang ekstrim.
Teori ini mengungkapkan
hubungan positif dan linier antara status sosial
ekonomi dan
keinovatifan. Orang yang status sosial ekonomi tinggi (high) tingkat keinovatifannya lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang rendah (low) status sosial ekonominya. Ini berarti bahwa orang yang
sosial ekonomi tinggi (high) dalam
mengadopsi suatu inovasi diharapkan dapat menjadi lebih inovatif.
Cancian berpendapat di
antara orang yang rendah (low) status sosial
ekonominya dan orang
yang status sosial ekonomi tinggi (high)
terdapat Low Middle dan High Middle Sosialeconomic Status (SES).
b. Nilai-Nilai Kepribadian (Personality Values)
Kepribadian
berhubungan dengan inovasi yang belum mendapat perhatian
penuh pada penelitian,
sebagian dikarenakan kesulitan dalam mengukur dimensi kepribadian dalam
lapangan wawancara.
1.
Earlier
adopter memiliki empati lebih besar dibandingkan late adopters. Empati adalah kemampuan
individu untuk memproyeksikan diri mereka pada orang lain. Kemampuan ini
merupakan kualitas penting bagi inovator, yang harus bisa berpikir secara
fakta, menjadi imajinatif, dan untukmengambil peran heteropilus agar mengubah
informasi secara efektif.
2.
Earlier
adopters mungkin sedikit dogmatik dibandingkan late adopters. Dogmatisme adalah derajat
dimana seorang individu memiliki sistem kepercayaan dekat relatif, dimana
merupakan sebuat pengaturan kepercayaan yang dipegang secara kuat. Orang dengan
dogmatis yang tinggi tidak akan menerima ide-ide baru; seperti seorang individu
akan lebih menyukai menata masa lalu.
3.
Earlier
adopters memiliki kemampuan lebih banyak untuk berhadapan
dengan abstraksi dibandingkan late
adopters. Inovator harus bisa mengadopsi ide baru secara luas di atas dasar
stimulus abstrak, seperti yang diterima dari media massa.
4.
Earlier
adopters memiliki rasionalitas lebih besar dibandingkan late adopters. Rasionalitas berguna
paling efektif untuk mencapai akhir.
5.
Earlier
adopters memiliki kepandaian lebih besar dibandingkan late adopters.
6.
Earlier
adopters memiliki sikap untuk berubah lebih baik
dibandingkan late adopters.
7.
Earlier
adopters memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatasi
ketidakpastian dan risiko dibandingkan late
adopters.
8.
Earlier
adopters memiliki sikap lebih baik terhadap ilmu
pengetahuan dibandingkan late adopters.
9.
Earlier
adopters memiliki sedikit fatalistik dibandingkan late adopters.
10. Earlier adopters
memiliki aspirasi lebih tinggi (untuk pendidikan formal, pekerjaan, dan
sebagainya) dibandingkan late adopters.
c. Perilaku Berkomunikasi (Communication Behavior)
1.
Earlier
adopters memiliki partisipasi sosial lebih dibandingkan late adopters.
2.
Earlier
adopters memiliki lebih tinggi dalam jaringan
interpersonal pada sistem mereka dibandingkan late adopters. Keterhubungan merupakan derajat dimana seorang
individu berhubungan dengan yang lain.
3.
Earlier
adopters memiliki lebih kosmopolit dibandingkan late adopters. Jaringan interpersonal
inovator lebih mungkin terjadi di luar dibandingkan di dalam, sistem mereka.
4.
Earlier
adopters memiliki kontak agen lebih dibandingkan late adopters.
5.
Earlier
adopters memiliki lebih banyak terbiasa dengan hubungan
komunikasi interpersonal dibandingkan late
adopters.
6.
Earlier
adopters memiliki berhubungan dalam mencari informasi
lebih aktif dibandingkan late adopters.
7.
Earlier
adopters memiliki memiliki pengetahuan inovasi lebih
besar dibandingkan late adopters.
8.
Earlier
adopters memiliki sebuah pendapat kepemimpinan dengan
derajat lebih tinggi dibandingkan late
adopters. Walaupun inovasi dan pendapat kepemimpinan secara positif
berhubungan, derajat dimana ini merupakan dua nilai yang berhubungan tergantung
bagian norma sistem sosial. Dalam sebuah sistem dengan norma-norma yang baik
untuk berubah, pendapat pemimpin lebih mungkin menjadi inovator.
Segmentasi Audiens
dan Kategori Adopter
Sebagai
kesimpulan, kita melihat bahwa kebanyakan perluasan sebelumnya, sebuah
nilai-nilai dependen secara positif berhubungan dengan inovasi. Hubungan ini
berarti bahwa skor inovator lebih tinggi pada nilai-nilai independen ini
daripada laggards. Sebuah nilai,
seperti dogmatisme dan fatalisme, secara negatif berhubungan dengan inovasi dan
pendapat pemimpin adalah yang paling besar bagi earlier adopters, paling tidak pada kebanyakan sistem.
Karena
itu, pengaturan karakteristik umum dari setiap kategori
adopters
memiliki keperluan mendesak dari penelitian difusi. Perbedaan penting sejumlah
kategori adopters ini menunjukkan
bahwa mengubah agen seharusnya menggunakan pendekatan berbeda dengan kategori
setiap adopter, karena itu mengikuti
strategi segmentasi audiens. Segmentasi audiens adalah sebuah strategi dimana
komunikasi berbeda, digunakan setiap sub audiens. Strategi ini memutuskan
audiens heteropilus menjadi seri sub audiens yang lebih homopilus. Karena itu,
sesuatu mungkin menjadi inovator yang mengadopsi inovasi karena hal itu
terdengar teruji dan berkembang oleh saintis, tetapi pendekatan ini tidak
seharusnya efektif dengan late majority
dan laggards, yang tidak memiliki
sikap yang baik terhadap ilmu pengetahuan. Mereka tidak akan mengadopsi ide
baru sampai mereka merasakan bahwa kebanyakan ketidakpastian tentang penampilan
inovasi telah diangkat; late adopters menempatkan
kredibilitas paling besar dalam pengalaman subjektif, mengubah mereka melalui
jaringan interpersonal.
KESIMPULAN
Keinovatifan
adalah sebuah proses seseorang dalam menerima gagasan,
objek yang menyangkut
metode, strategi baru dan produk kategori lebih awal apabila dibandingkan
dengan yang lain dalam system sosialnya. Lamban atau cepatnya dalam menerima
inovasi sangat tergantung pada individu penerima, karakteristik inovasi dan
karakteristik lainnya yang individu itu berada di dalamnya.
Earlier adopters yang relatif dalam sistem sosial tidak berbeda dari late
adopters dari umur, tetapi mereka memiliki
beberapa tahun lebih pendidikan formal, lebih terpelajar, memiliki status
sosial lebih tinggi, dan unit lebih luas, seperti sawah, perusahaan, sekolah,
dan sebagainya. Karakteristik kategori adopters
ini mengindikasi secara umum bahwa earlier
adopters memiliki status sosioekonomi lebih daripada late adopters.
Earlier adopters dalam sistem berbeda dengan late
adopters dalam hal
kepribadian. Earlier adopters
memiliki empati lebih besar, dogmatisme lebih sedikit, kemampuan lebih besar
untuk bersaing dengan abstraksi, rasionalitas lebih besar, kepandaian lebih
besar, sikap berubah yang lebih baik, kemampuan untuk menghadapi ketidakpastian
dan risiko lebih baik, sikap sesuai ilmu pengetahuan yang lebih baik, fatalisme
lebih sedikit, dan aspirasi lebih tinggi untuk pendidikan formal, pekerjaan,
dan sebagainya.
Akhirnya, kategori adopters memiliki tingkah laku komunikasi yang
berbeda. Earlier adopters
memiliki partisipasi sosial lebih, lebih tinggi dalam jaringan interpersonal
pada sistem mereka, lebih kosmopolit, memiliki kontak agen lebih, lebih banyak
terbiasa dengan hubungan komunikasi interpersonal, berhubungan dalam mencari
informasi lebih aktif, memiliki pengetahuan inovasi lebih besar, dan sebuah
pendapat kepemimpinan dengan derajat lebih tinggi.
Penelitian lampau menunjukkan banyak
perbedaan penting antara earlier and late
adopters dalam 1) status sosioekonomi, 2) kepribadian, 3) tingkah laku
komunikasi. Karakteristik khusus kategori lima adopters berarti bahwa kategori adopters
ini dapat digunakan untuk segmentasi audiens.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim. (1988). Inovasi
Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti
Uwes A. Difusi Inovasi. 16 September 2008. URL: http://www.teknologipendidikan.net/2008/09/16/difusi-inovasi-just-theory/. Diunduh pada 15 April 2013.
Rogers, E.
M. (1995). Diffusion of Innovations. New York: The Free Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar