Minggu, 05 Mei 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEINOVATIFAN


PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individual
atau organisasi, mulai sadar atau tahu adanya inovasi sampai implementasi inovasi. Berapa lama waktu yang dipergunakan selama proses itu berlangsung akan berbeda antara orang atau masyarakat satu dengan yang lainnya, tergantung kepekaan orang atau masyarakat terhadap inovasi. Demikian pula selama proses inovasi itu berlangsung akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.
Dalam wacana ilmu komunikasi, ada teori yang dinamakan Diffusion of Innovasion yang dikemukakan oleh Everett M. Rogers (1995). Teori ini membahas mengenai bagaimana sebuah inovasi baru dapat di adopsi oleh masyarakat. Masyarakat penerima inovasi tersebut oleh Rogers dinamakan sebagai adopter (pengadopsi).

2.      Rumusan Masalah
1.      Apakah definisi keinovatifan?
2.      Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi keinovatifan?

3.      Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi keinovatifan.
2.      Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keinovatifan.

PEMBAHASAN
1.      Definisi Keinovatifan
Keinovatifan (Innovativeness) adalah sejauh mana individu atau unit
adopsi lain relatif  lebih awal dalam mengadopsi ide-ide baru dari anggota lain dari suatu sistem.http://www.google.co.id/images/cleardot.gif Keinovatifan lebih menunjukkan perubahan perilaku yang nyata, yang menjadi tujuan utama dari sebagian besar program difusi, daripada hanya perubahan kognitif maupun sikap. Keinovatifan merupakan perilaku utama dalam proses difusi. (Rogers,1995).
Menurut Rogers (1995), keinovatifan adalah tingkat yang berkenaan dengan seberapa lama seseorang/kelompok/sistem sosial lebih dahulu dalam mengadopsi ide-ide baru dari konsep-konsep difusi inovasi dibandingkan dengan yang lain.
Keinovatifan menjadi perubah utama dalam proses difusi inovasi yang disponsori oleh agen perubahan. Pada negara berkembang keinovatifan dipandang sebagai salah satu indikator kesuksesan program-program pembangunan. Keinovatifan menunjukan perubahan tingkah laku yaitu tujuan akhir program difusi bukan hanya pikiran dan sikap. (Ibrahim, 1988).
Inovasi di sini yaitu sebagai sasaran yang dapat menjadi instrumen untuk melakukan perubahan sosial sedangkan keinovatifan merupakan tingkat pengadopsian dari kelompok masyarakat dan juga menjadi ciri pokok masyarakat yang sedang mengalami proses perubahan.
Proses perubahan tergantung pada waktu, objek dan sasaran. Ada yang gampang menerima atau bahkan sebaliknya yaitu sulit menerima atau menerima tetapi memerlukan waktu yang sangat lama.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa keinovatifan adalah sebuah proses seseorang dalam menerima gagasan, objek yang menyangkut metode, strategi baru dan produk kategori lebih awal apabila dibandingkan dengan yang lain dalam system sosialnya. Lamban atau cepatnya dalam menerima inovasi sangat tergantung pada individu penerima, karakteristik inovasi dan karakteristik lainnya yang individu itu berada di dalamnya.

2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keinovatifan
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa tujuan utama proses difusi
adalah agar diadopsinya suatu inovasi. Namun demikian, seperti terlihat dalam model proses keputusan inovasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi tersebut. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi:


a.      Status Sosial Ekonomi (Socioeconomic Status)
Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat atau status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. (Soetjiningsih dalam Suparyanto).
Variabel dalam status sosial ekonomi yaitu pendapatan, gaya hidup, kekayaan, pekerjaaan dan lain sebagainya. Hal ini mempengaruhi keinovatifan seseorang.
Berikut ini, menurut Roger, perbedaan antara Earlier adopters dengan late
adopters dalam status sosial ekonomi, yaitu:
1.      Earlier adopters tidak berbeda dengan late adopters dalam hal umur.
Suatu inovasi dapat dilakukan oleh orang yang umurnya muda ataupun dewasa. Penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara umur dan keinovatifan.
2.      Earlier adopters memiliki pendidikan formal yang lebih tinggi dibandingkan dengan late adopters.
3.      Earlier adopters mungkin lebih terpelajar dibandingkan dengan late adopters.
4.      Earlier adopters memiliki status sosial yang tinggi dibandingkan dengan late adopters.
5.      Earlier adopters mempunyai mobilitas sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan late adopters.
6.      Earlier adopters mempunyai unit yang besar (pertanian, sekolahan, perusahaan, dan lainnya) dibandingkan dengan late adopters.
Roger memberikan pertanyaan dalam hal status sosial ekonomi, apakah
para inovator berinovasi karena kekayaan mereka ataukah mereka kaya karena mereka berinovasi? Jawabannya tidak semata-mata berdasarkan data tetapi ada alasan yang bisa dipahami mengapa status sosial dan keinovatifan berbeda secara bersamaan.
Ada beberapa ide baru yang berharga untuk diinovasi membutuhkan
pengeluaran modal awal yang besar. Dengan kekayaanlah mungkin bisa mengadopsi inovasi tersebut. Keuntungan yang lebih besar dapat diperoleh oleh yang pertama kali mangadopsi. Para inovator menjadi lebih kaya dan Laggards menjadi miskin dalam proses ini. Akan tetapi para inovator yang pertama tentu akan menerima resiko yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena ada beberapa inovasi yang mungkin gagal. Oleh karena dibutuhkan kekayaan yang cukup untuk menerima kerugian tersebut.
Walaupun kekayaan dan keinovatifan sangat erat kaitannya, faktor
ekonomi tidak memberikan penjelasan yang lengkap dari kebiasaan berinovasi. Misalnya, para inovator pertanian cenderung menjadi kaya, ada pula banyak petani kaya yang tidak berinovasi.
Teori Cancian
C:\Users\User79\AppData\Local\Microsoft\Windows\Temporary Internet Files\Content.Word\2.jpg
      Gambar 1. Quartile Rangks on Socioeconomic Status (Roger)

Professor Frank Cancian adalah seorang antropolog yang menemukan “The Cancian Dip”. Toeri Cancian mengatakan bahwa status sosial ekonomi dan keinovatifan bergerak pada titik-titik yang ekstrim.
Teori ini mengungkapkan hubungan positif dan linier antara status sosial
ekonomi dan keinovatifan. Orang yang status sosial ekonomi tinggi (high) tingkat keinovatifannya lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang rendah (low) status sosial ekonominya. Ini berarti bahwa orang yang sosial ekonomi tinggi (high) dalam mengadopsi suatu inovasi diharapkan dapat menjadi lebih inovatif.
Cancian berpendapat di antara orang yang rendah (low) status sosial
ekonominya dan orang yang status sosial ekonomi tinggi (high) terdapat Low Middle dan High Middle Sosialeconomic Status (SES).

b.      Nilai-Nilai Kepribadian (Personality Values)
Kepribadian berhubungan dengan inovasi yang belum mendapat perhatian
penuh pada penelitian, sebagian dikarenakan kesulitan dalam mengukur dimensi kepribadian dalam lapangan wawancara.
1.      Earlier adopter memiliki empati lebih besar dibandingkan late adopters. Empati adalah kemampuan individu untuk memproyeksikan diri mereka pada orang lain. Kemampuan ini merupakan kualitas penting bagi inovator, yang harus bisa berpikir secara fakta, menjadi imajinatif, dan untukmengambil peran heteropilus agar mengubah informasi secara efektif.
2.      Earlier adopters mungkin sedikit dogmatik dibandingkan late adopters. Dogmatisme adalah derajat dimana seorang individu memiliki sistem kepercayaan dekat relatif, dimana merupakan sebuat pengaturan kepercayaan yang dipegang secara kuat. Orang dengan dogmatis yang tinggi tidak akan menerima ide-ide baru; seperti seorang individu akan lebih menyukai menata masa lalu.
3.      Earlier adopters memiliki kemampuan lebih banyak untuk berhadapan dengan abstraksi dibandingkan late adopters. Inovator harus bisa mengadopsi ide baru secara luas di atas dasar stimulus abstrak, seperti yang diterima dari media massa.
4.      Earlier adopters memiliki rasionalitas lebih besar dibandingkan late adopters. Rasionalitas berguna paling efektif untuk mencapai akhir.
5.      Earlier adopters memiliki kepandaian lebih besar dibandingkan late adopters.
6.      Earlier adopters memiliki sikap untuk berubah lebih baik dibandingkan late adopters.
7.      Earlier adopters memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatasi ketidakpastian dan risiko dibandingkan late adopters.
8.      Earlier adopters memiliki sikap lebih baik terhadap ilmu pengetahuan dibandingkan late adopters.
9.      Earlier adopters memiliki sedikit fatalistik dibandingkan late adopters.
10.  Earlier adopters memiliki aspirasi lebih tinggi (untuk pendidikan formal, pekerjaan, dan sebagainya) dibandingkan late adopters.

c.       Perilaku Berkomunikasi (Communication Behavior)
1.      Earlier adopters memiliki partisipasi sosial lebih dibandingkan late adopters.
2.      Earlier adopters memiliki lebih tinggi dalam jaringan interpersonal pada sistem mereka dibandingkan late adopters. Keterhubungan merupakan derajat dimana seorang individu berhubungan dengan yang lain.
3.      Earlier adopters memiliki lebih kosmopolit dibandingkan late adopters. Jaringan interpersonal inovator lebih mungkin terjadi di luar dibandingkan di dalam, sistem mereka.
4.      Earlier adopters memiliki kontak agen lebih dibandingkan late adopters.
5.      Earlier adopters memiliki lebih banyak terbiasa dengan hubungan komunikasi interpersonal dibandingkan late adopters.
6.      Earlier adopters memiliki berhubungan dalam mencari informasi lebih aktif dibandingkan late adopters.
7.      Earlier adopters memiliki memiliki pengetahuan inovasi lebih besar dibandingkan late adopters.
8.      Earlier adopters memiliki sebuah pendapat kepemimpinan dengan derajat lebih tinggi dibandingkan late adopters. Walaupun inovasi dan pendapat kepemimpinan secara positif berhubungan, derajat dimana ini merupakan dua nilai yang berhubungan tergantung bagian norma sistem sosial. Dalam sebuah sistem dengan norma-norma yang baik untuk berubah, pendapat pemimpin lebih mungkin menjadi inovator.

Segmentasi Audiens dan Kategori Adopter
Sebagai kesimpulan, kita melihat bahwa kebanyakan perluasan sebelumnya, sebuah nilai-nilai dependen secara positif berhubungan dengan inovasi. Hubungan ini berarti bahwa skor inovator lebih tinggi pada nilai-nilai independen ini daripada laggards. Sebuah nilai, seperti dogmatisme dan fatalisme, secara negatif berhubungan dengan inovasi dan pendapat pemimpin adalah yang paling besar bagi earlier adopters, paling tidak pada kebanyakan sistem.
Karena itu, pengaturan karakteristik umum dari setiap kategori
adopters memiliki keperluan mendesak dari penelitian difusi. Perbedaan penting sejumlah kategori adopters ini menunjukkan bahwa mengubah agen seharusnya menggunakan pendekatan berbeda dengan kategori setiap adopter, karena itu mengikuti strategi segmentasi audiens. Segmentasi audiens adalah sebuah strategi dimana komunikasi berbeda, digunakan setiap sub audiens. Strategi ini memutuskan audiens heteropilus menjadi seri sub audiens yang lebih homopilus. Karena itu, sesuatu mungkin menjadi inovator yang mengadopsi inovasi karena hal itu terdengar teruji dan berkembang oleh saintis, tetapi pendekatan ini tidak seharusnya efektif dengan late majority dan laggards, yang tidak memiliki sikap yang baik terhadap ilmu pengetahuan. Mereka tidak akan mengadopsi ide baru sampai mereka merasakan bahwa kebanyakan ketidakpastian tentang penampilan inovasi telah diangkat; late adopters menempatkan kredibilitas paling besar dalam pengalaman subjektif, mengubah mereka melalui jaringan interpersonal.



KESIMPULAN
Keinovatifan adalah sebuah proses seseorang dalam menerima gagasan,
objek yang menyangkut metode, strategi baru dan produk kategori lebih awal apabila dibandingkan dengan yang lain dalam system sosialnya. Lamban atau cepatnya dalam menerima inovasi sangat tergantung pada individu penerima, karakteristik inovasi dan karakteristik lainnya yang individu itu berada di dalamnya.
Earlier adopters yang relatif dalam sistem sosial tidak berbeda dari late
adopters dari umur, tetapi mereka memiliki beberapa tahun lebih pendidikan formal, lebih terpelajar, memiliki status sosial lebih tinggi, dan unit lebih luas, seperti sawah, perusahaan, sekolah, dan sebagainya. Karakteristik kategori adopters ini mengindikasi secara umum bahwa earlier adopters memiliki status sosioekonomi lebih daripada late adopters.
Earlier adopters dalam sistem berbeda dengan late adopters dalam hal
kepribadian. Earlier adopters memiliki empati lebih besar, dogmatisme lebih sedikit, kemampuan lebih besar untuk bersaing dengan abstraksi, rasionalitas lebih besar, kepandaian lebih besar, sikap berubah yang lebih baik, kemampuan untuk menghadapi ketidakpastian dan risiko lebih baik, sikap sesuai ilmu pengetahuan yang lebih baik, fatalisme lebih sedikit, dan aspirasi lebih tinggi untuk pendidikan formal, pekerjaan, dan sebagainya.
Akhirnya, kategori adopters memiliki tingkah laku komunikasi yang
berbeda. Earlier adopters memiliki partisipasi sosial lebih, lebih tinggi dalam jaringan interpersonal pada sistem mereka, lebih kosmopolit, memiliki kontak agen lebih, lebih banyak terbiasa dengan hubungan komunikasi interpersonal, berhubungan dalam mencari informasi lebih aktif, memiliki pengetahuan inovasi lebih besar, dan sebuah pendapat kepemimpinan dengan derajat lebih tinggi.
Penelitian lampau menunjukkan banyak perbedaan penting antara earlier and late adopters dalam 1) status sosioekonomi, 2) kepribadian, 3) tingkah laku komunikasi. Karakteristik khusus kategori lima adopters berarti bahwa kategori adopters ini dapat digunakan untuk segmentasi audiens.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim. (1988). Inovasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti
Uwes A. Difusi Inovasi. 16 September 2008. URL: http://www.teknologipendidikan.net/2008/09/16/difusi-inovasi-just-theory/. Diunduh pada 15 April 2013.
Rogers, E. M. (1995). Diffusion of Innovations. New York: The Free Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar