"Learn about the processes and knowledge related to technology"
Senin, 17 Juni 2013
Minggu, 09 Juni 2013
INOVASI DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN
INOVASI DALAM
ORGANISASI PENDIDIKAN
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perubahan merupakan keniscayaan yang
tidak terbantahkan. Setiap orang atau organisasi pasti akan mengalami dan
terpengaruh oleh perubahan. Dinamika perubahan lingkungan yang begitu cepat
yang ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi menuntut sumber daya manusia
yang smart people dan selalu belajar.
Masalah baru yang muncul tidak dapat
diselesaikan dengan menggunakan struktur dan pola pikir yang sama atau
pengetahuan yang telah dikerjakan oleh organisasi di masa lampau. Sebagaimana
diungkapkan Albert Einstein bahwa problem can be solved from the same
consciousness that created it; we must learn to see the world anew.
Organisasi yang tidak mau berubah atau beradaptasi dapat diibaratkan seperti
dinosaurus yang akhirnya mengalami kepunahan. Untuk dapat beradaptasi maka
organisasi harus melakukan learning.
Agar dapat
memperoleh gambaran yang jelas bagaimana pelaksanaan inovasi pendidikan dan
kaitannya dengan inovasi dalam organisasi, maka pada makalah ini,
berturut-turut dijelaskan tentang pengertian inovasi dalam organisasi dan kepekaan
organisasi terhadap inovasi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian inovasi dalam organisasi?
2. Bagaimanakah
kepekaan organisasi terhadap inovasi?
3. Bagaimanakah
langkah-langkah proses inovasi dalam organisasi?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
pengertian inovasi dalam organisasi.
2. Mengetahui
kepekaan organisasi terhadap inovasi.
3. Mengetahui
langkah-langkah proses inovasi dalam organisasi.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Inovasi
dalam Organisasi
Sebelum kita membahas pengertian inovasi
dalam organisasi, sebelumnya kita akan menjelaskan pengertian organisasi itu
sendiri. Organisasi menurut pendapat Rogers adalah suatu sistem yang stabil,
yang merupakan perwujudan kerjasama antara individu-individu, untuk mencapai
tujuan bersama, dengan mengadakan jenjang dan pembagian tugas tertentu.
(Ibrahim, 1988 : 129). Orang membuat organisasi agar dapat mengerjakan tugas rutin
dalam keadaan stabil (mantap). Adapun syarat-syarat organisasi adalah sebagai
berikut :
a) Memiliki
tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Dengan rumusan tujuan yang jelas, akan
mempermudah untuk menentukan struktur dan fungsi organisasi tersebut.
b) Memiliki
pembagian tugas yang jelas. Suatu organisasi pasti terdiri dari beberapa posisi
yang semuanya mempunyai tanggungjawab dan tugas yang jelas. Meski memungkinkan
adanya pergantian orang dalam suatu organisasi, namun tugas dan fungsi
masing-masing posisi itu tidak berubah dan tetap pada tujuan organisasi.
c) Memiliki
kejelasan struktur otoritas (kewenangan). Tidak semua posisi dalam organisasi
memiliki kewenangan yang sama. Dan dalam pengaturan kewenangannya diperjelas
tentang pertanggungjawaban setiap posisi.
d) Memiliki
aturan dasar/umum (tujuan, syarat susunan pengurus dll) dan aturan khusus
(perincian kegiatan, cara pembentukan pengurus dll) atau biasa disebut dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
e) Pola
hubungan informal. Organisasi yang sangat ketat, penuh dengan birokrasi kaku
dan sangat formal akan menghilangkan unsur manusiawi dalam kinerja antar
anggotanya. Maka suatu organisasi haruslah menggunakan pola informal dalam
hubungan antar anggotanya untuk menghilangkan ketegangan dan bisa lebih akrab
namun tetap bertanggung jawab satu sama lain.
Organisasi merupakan sesuatu yang telah
melekat dalam kehidupan kita, karena kita adalah makhluk sosial. Kita hidup di
dunia tidaklah sendirian, melainkan sebagai manifestasi makhluk sosial, kita
hidup berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Organisasi yang
selama ini kita kenal merupakan sesuatu yang tidak berwujud atau abstrak yang
sulit dilihat tetapi bisa kita rasakan manfaatnya. Keberadaan organisasi dalam
kehidupan bermasyarakat dapat kita rasakan, walaupun organisasinya sendiri
tidak bisa kita lihat maupun kita raba. Untuk menjadi kongkret maka organisasi
tersebut memiliki nama jenis tertentu seperti Universitas Sriwijaya. Organisasi
Universitas Sriwijaya tidak bisa kita lihat atau raba, tetapi kita bisa
merasakan adanya bermacam-macam peraturan seperti keharusan memiliki Kartu Tanda
Mahasiswa (KTM) bagi mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas
Sriwijaya, adanya peraturan akademik yang mengatur sistem pembelajaran, dan
menunjukkan adanya organisasi yang melingkupi dan mengatur kehidupan akademik
civitas akademika.
Sedangkan pengertian inovasi itu sendiri adalah suatu ide,
barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil
invention maupun diskoveri (Udin Syaefudin, 2010 : 3). Dengan melihat secara singkat apa pengertian
organisasi dan pengertian inovasi, maka kita dapat memperoleh gambaran bahwa di
dalam sebuah organisasi juga memungkinkan terjadinya sebuah inovasi. Oleh
karena itu dapat kita simpulkan bahwa inovasi dalam organisasi adalah sesuatu
hal yang baru yang berupa apapun yang terjadi di dalam sebuah organisasi baik
formal maupun organisasi informal. Inovasi yang terjadi dalam sebuah organisasi
merupakan proses kemajuan organisasi tersebut, namun berbagai hambatan dan
rintangan akan terjadi saat inovasi itu mulai memasuki organisasi. Dengan
memahami proses inovasi dalam organisasi setidaknya akan dapat mengurangi
kegoncangan organisasi dalam melaksanakan difusi inovasi.
B. Kepekaan Organisasi
Terhadap Inovasi
Kepekaan sebuah organisasi terhadap munculnya inovasi
dipengaruhi oleh beberapa variabel berikut ini (Ibrahim, 1988 : 131):
1.
Ukuran suatu organisasi. Makin besar ukuran suatu organisasi
makin cepat menerima inovasi.
2.
Karakteristik struktur
organisasi, yang mencakup:
a.
Sentralisasi. Kewenangan dan kekuasaan dalam organisasi
dikendalikan oleh beberapa orang tertentu. Hal ini mempunyai hubungan negatif
terhadap kepekaan organisasi.
b.
Kompleksitas. Artinya suatu organisasi terdiri dari
orang-orang yang memiliki keahlian dan pengetahuan yang tinggi. Hal ini
mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
c.
Formalitas. Artinya organisasi ini selalu menekankan pada
prosedur dan aturan-aturan baku dalam berogranisasi. Hal ini mempunyai hubungan
negatif terhadap kepekaan organisasi. Makin formal sebuah organisasi, makin
sulit menerima inovasi.
d.
Keakraban hubungan antar anggota. Hal ini juga jelas
mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi. Makin akrab hubungan
antaranggota, maka makin cepat organisasi itu menerima inovasi.
e.
Kelenturan organisasi. Artinya sejauh mana organisasi mau
menerima sumber dari luar yang tidak ada kaitannya secara formal. Hal ini
mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi. Makin lentur
organisasi, makin cepat organisasi itu menerima inovasi.
3.
Karakteristik perorangan (pemimpin). Sikap pimpinan terhadap
inovasi memliki hubungan positif dengan kepekaan organisasi terhadap inovasi.
Ketika seorang pemimpin memiliki sikap yang terbuka terhadap inovasi maka
semakin cepat organisasi itu menerima inovasi.
4.
Karakteristik eksternal organisasi. Hal ini berkaitan dengan
sistem yang di anut oleh organisasi. Apabila organisasi tersebut menganut
sistem terbuka dalam arti mau menerima pengaruh dari luar sistem, maka
organisasi tersebut akan cepat menerima inovasi.
Selain itu, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi organisasi dalam mengimplementasikan sebuah inovasi :
a.
Life Cycle
Seperti halnya manusia,
suatu organisasi juga mengalami siklus hidup dengan berbagai tingkatan dan
perkembangan (Sperry, Mickelson, dan Hunsaker, 1977). Tingkat perkembangan
organisasi pada saat inovasi diajukan akan mempengaruhi nilai perubahan
organisasi.
b.
Culture
Semua organisasi
memiliki budaya masing-masing. Kebudayaan yang ada akan mempengaruhi bagaimana
penerimaan terhadap inovasi. Walaupun terkadang tidak selalu inovasi dan
kebudayaan yang ada pada organisasi cocok.
c.
Strategic Plan
Salah satu aspek yang
mendukung implementasi inovasi adalah adanya rencana strategis organisasi.
Ketika inovasi selaras dengan rencana strategi organisasi, maka pelaksana
inovasi mempunyai tambahan argument kuat untuk mendapatka dukungan manajemen
dan meyakinkan kelompok user.
d.
External Conditions
Akan selalu ada kondisi
eksternal yang mempengaruhi organisasi. Hal-hal semacam ini harus juga
dipertimbangkan ketika mengaplikasikan sebuah inovasi. Karena hal tersebut akan
memberikan pengaruh yang signifikan secara tidak langsung terhadap jalannya
inovasi dan organisasi.
C. Proses Inovasi dalam
Organisasi
Proses
inovasi adalah serangkaian aktivitas
yang dilakukan oleh individu
atau organisasi, mulai
sadar atau tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi. Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas
itu dilakukan dengan memakan waktu dan setiap saat tentu terjadi
perubahan. Berapa lama waktu yang
dipergunakan selama proses itu berlangsung akan berbeda antara orang satu atau
organisasi satu dengan yang lain
tergantung kepada kepekan orang atau
organisasi terhadap inovasi. Demikian
pula selama proses inovasi itu
berlangsung akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses
itu dinyatakan berakhir.
Dalam
mempelajari proses inovasi para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan apa saja
yang dilakukan individu selama proses itu berlangsung serta perubahan apa saja
yang terjadi dalam inovasi, maka hasilnya diketemukan pentahapan proses
inovasi. Untuk memperluas wawasan
tentang pentahapan proses inovasi, berikut akan kami tunjukan berbagi model
pentahapan dalam proses inovasi baik yang berorientasi pada individu maupun
yang berorientasi pada organisasi.
Dari
berbagai model proses inovasi tersebut, yang akan kami bicarakan lebih
terperinci adalah model (Zaltman, Duncan, Holbek, 1973) dan model (Rogers 1983)
Beberapa model proses inovasi yang
berorientasi pada individu:
1. Lavidge
& Steiner (1961)
Menyadari
– mengetahui – menyukai – memilih – mempercayai – membeli.
2. Rogers
(1962)
Menyadari
– menaruh perhatian – menilai – mencoba menerima (Adoption).
3. Colley
(1961)
Belum
menyadari – manyadari – memahami – mempercayai – menagmbil tindakan.
4. Robertson
(1971)
Presepsi
tentang masalah – manyadari – memahami – menyikapi – mengesahkan – mencoba –
menerima (Adoption) – disonansi.
5. Rogers
& Shoemaker (1971)
Pengetahuan
Persuasi (sikap)
Keputusan
Menerima
Menolak
Konfirmasi
Beberapa
model proses inovasi yang berorientasi pada organisasi:
1. Milo
(1971)
a. Konseptualisasi
b. Tentatif
Adopsi
c. Penerimaan
Sumber
d. Implementasi
e. Institualisasi
2. Shepard
(1967)
a. Penemu
ide
b. Adopsi
c. Implementasi
3. Hage
& Aiken (1970)
a. Evaluasi
b. Inisiasi
c. Implementasi
d. Routinisasi
4. Wilson
(1966)
a. Konsepsi
perubahan
b. Pengusulan
perubahan
c. Adopsi
dan Implementasi
5. Zaltman,
Duncan & Holbek (1973)
I.
Tahap permulaan
(inisiasi)
a. Langkah
pengetahuan dan kesadaran
b. Langkah
pembentukan sikap terhadap inovasi
c. Langkah
keputusan
II.
Tahap implemantasi
a. Langkah
awal implementasi
b. Langkah
kelanjutan pembinaan
Berikut
ini diberikan uraian secara singkat proses inovasi dalam organisasi menurut
Zaltman, Duncan dan Holbek (1973). Zaltman dan kawan-kawan, membagi proses
inovasi dalam organisasi menjadi dua tahap yaitu tahap permulaan dan
implemntasi. Tiap tahap dibagi dalam beberapa langkah:
I.
Tahap
Permulaan (initation stage)
a.
Langkah
pengetahuan dan kesadaran
Jika
inovasi dipandang sebagai suatu ide, kegiatan, atau material, yang diamati baru
oleh unit adopsi (penerima inovasi), maka tahu adanya inovasi menjadi masalah
pokok. Sebelum inovasi dapat diterima oleh calon penerima harus sudah menyadari
bahwa ada inovasi, dan dengan demikian ada kesempatan untuk menggunakan inovasi
dalam organisasi. Sebagaimana telah kita bicarakan pada waktu membicarakan
proses keputusan inovasi, maka timbul masalah yang dulu tahu dan sadar ada
inovasi atau merasa butuh inovasi.
Jika kita lihat kaitanya dengan organisasi maka adanya
kesenjangan penampilan (performance gaps) mendorong untuk mencari cara-cara
baru atau inovasi. Tetapi juga dapat terjadi sebaliknya karena sadar akan
adanya inovasi, maka pimpinan organisasi merasa bahwa dalam organisasinya ada
sesuatu yang ketinggalan, kemudian merubah hasil yang diharapkan, maka terjadi
kesenjangan penampilan.
b.
Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
Dalam tahap ini anggota organisasi membentuk sikap terhadap
inovsai. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa
sikap terhadap inovasi memegang peranan yang penting untuk menimbulkan
inovasi untuk ingin berubah atau
menerima inovasi. Paling tidak ada dua hal dari dimensi sikap yang dapat
ditunjukan anggota organisasi terhadap adanya inovasi yaitu :
1) Sikap
terbuka terhadap inovasi, yaitu ditandai dengan adanya:
Ø Kemauan
anggota organisasi untuk mempertimbangkan inovasi.
Ø Mempertanyakan
inovasi (skeptic)
Ø Merasa
bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampaun organisasi dalam menjalankan
fungsinya.
2) Memiliki
persepsi tentang potensi inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang
menunjukan:
Ø Bahwa
ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan inovasi
Ø Organisasi
telah pernah mengalami keberhasilan pada
masa lalu dengan menggunakan inovasi
Ø Adanya
komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan menggunakan inovasi serta siap untuk
menghadapi kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.
Dalam mempertimbangkan pengaruh dari
sikap anggota organisasi terhadap proses inovasi, maka perlu dipertimbangkan
juga perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh organisasi formal. Akan
terjadi disonansi apabila terjadi perbedaan antara sikap individu dengan
perubahan tingkah laku.
Penerima disonansi terjadi apabila
anggota tidak menyukai inovasi, tetapi organisasi mengharapkan menerima
organisasi. Sedangkan penolak disonan apabila anggot amenyukai tetapi
organisasi menolak inovasi. Menurut Rogers disonansi dapat berkurang dengan dua
cara:
1)
Anggota organisasi
merubah sikapnya menyesuaikan dengan kemauan organisasi.
2)
Tidak melanjutkan
menerima inovasi, menyalah gunakan inovasi, disesuaikan dengan kemauan anggota
organisasi.
Untuk melancarkan proses inovasi , perlu
mempertimbangkan berbagai variabel yang dapat meningkatkan motivasi sert
atersedianya sumber bahan pelaksana.
c.
Langkah
pengambilan keputusan
Pada langkah ini segala informasi mengenai potensi inovasi dievaluasi. Jika menganggap
inovasi itu dapat diterima dan ia senang menerimanya maka inovasi akan diterima
dan diterapkan dalam organisasi. Demikian pula sebalioknya, jika unit tidak
menyukai dan menganggap inofasi tidak bermanfaat maka ia akan menolak.
II.
Tahap
Implementasi (implementation stage)
Pada langkah ini kegiatan yang
dilakukan oleh anggota organisasi ialah menerapka inovasi, ada dua langkah yang
dilakukan yaitu:
a.
Langkah awal
(permulaan) implementasi
Organisasi mencoba
menerapkan sebagian inovasi. Misalnya setelah dekan memutuskan bahwa dosen
harus membuat persiapan mengajar denagn model Satuan Acara Perkuliahaan, maka
pada awal penerapannya setiap dosen diwajibkan membuat untuk satu mata kuliah
dulu, sebelum nantiny akan berlaku untuk semua mata kuliah.
b.
Langkah kelanjuta
pembinaan penerapan inovasi.
Jika pada penerapan
awal telah berhasil, para anggota telah memahami serta memperoleh pengalaman
dalam menerapkannya, maka tinggal melanjutkan dan manjaga kelangsunganya.
Model Proses Inovasi Rogers (1983)
TAHAP-TAHAP
PROSES INOVASI DALAM ORGANISASI
I.
Tahap Inisiasi
(Permulaan)
Kegiatan pengumpulan
infromasi, konseptualisasi, dan perencanaan untuk menerima inovasi, semuanya
diarahkan untuk membuat keputusan menerima inovasi.
1. Agenda
Seting
Semua permasalahan umum
organisasi dirumuskan guna menentukan kebutuhan inovasi, dan diadakan studi
lingkungan untuk menetukan nilai potensial inovasi bagi organisasi.
2. Penyesuaian
(matching)
Diadakan penyesuaian
antara masalah organisasi dengan inovasi yang akan digunakan, kemudian
direncanakan dan dibuat disain penerapan inovasi yang sudah sesuai dengan
masalah yang dihadapi.
II.
Tahap Implementasi
3. Re-definisi/
Re-Strukturusasi
Inovasi dimodifikasi
dan re-invensi disesuaikan situasi dan masalah organisasi.
Struktur organisasi
disesuaikan dengan inovasi yang telah dimodifikasi agar dapat menunjang
inovasi.
4. Klarifikasi
Hubungan antara inovasi
dan organisasi dirumuskan dengan sejelas-jelasnya sehingga inovasi benar-benar
dapat diterapkan sesuai yang diharapkan.
5. Rutinisasi
Inovasi
kemungkinan telah kehilangan sebagian identitasnya, dan menjadi bagian dari
kegiatan rutin organisasi. (sudah hilang ke baruannya).
III.
KESIMPULAN
Inovasi merupakan perubahan yang
direncanakan oleh organisasi dengan kegiatan yang berorientasi pada
pengembangan dan penerapan gagasan-gagasan baru agar menjadi kenyataan yang
bermanfaat dan menguntungkan. Proses inovasi dapat dianalogikan sebagai proses pemecahan
masalah yang di dalamnya terkandung unsur kreativitas. Dalam hal inovasi
pendidikan sebagai usaha perubahan pendidikan tidak bisa berdiri sendiri,
tetapi harus melibatkan semua unsur yang terkait di dalamnya, seperti inovator,
penyelenggara inovasi seperti kepala sekolah, guru, dan siswa.
Keberhasilan inovasi pendidikan tidak saja ditentukan oleh satu faktor tertentu saja, tetapi juga oleh masyarakat serta kelengkapan fasilitas. Inovasi pendidikan yang berupa top-down model tidak selamanya berhasil dengan baik. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, antara lain adalah penolakan para pelaksana seperti guru yang tidak dilibatkan secara penuh baik dalam perencananaan maupun pelaksanaannya. Sementara itu inovasi yang lebih berupa bottom-up model dianggap sebagai suatu inovasi yang langgeng dan tidak mudah berhenti, karena para pelaksana dan pencipta sama-sama terlibat mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan. Oleh karena itu, mereka masing-masing bertanggung jawab terhadap keberhasilan suatu inovasi yang mereka ciptakan.
Tantangan di era globalisasi dan informasi perlu dimanfaatkan sebagai peluang untuk meningkatkan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Harus diakui bahwa keunggulan proses belajar mengajar dapat dikembangkan melalui proses inovasi pendidikan dengan paradigma baru, yaitu pendidikan dengan mendayagunakan SDM, teknologi informasi dan komunikasi. Untuk itu diperlukan suatu penyebarluasan (difusi) agar semua pihak, baik insan pendidikan maupun masyarakat umum dapat terlibat secara langsung melakukan gerakan pembaruan (inovasi) pendidikan.
Keberhasilan inovasi pendidikan tidak saja ditentukan oleh satu faktor tertentu saja, tetapi juga oleh masyarakat serta kelengkapan fasilitas. Inovasi pendidikan yang berupa top-down model tidak selamanya berhasil dengan baik. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, antara lain adalah penolakan para pelaksana seperti guru yang tidak dilibatkan secara penuh baik dalam perencananaan maupun pelaksanaannya. Sementara itu inovasi yang lebih berupa bottom-up model dianggap sebagai suatu inovasi yang langgeng dan tidak mudah berhenti, karena para pelaksana dan pencipta sama-sama terlibat mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan. Oleh karena itu, mereka masing-masing bertanggung jawab terhadap keberhasilan suatu inovasi yang mereka ciptakan.
Tantangan di era globalisasi dan informasi perlu dimanfaatkan sebagai peluang untuk meningkatkan pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Harus diakui bahwa keunggulan proses belajar mengajar dapat dikembangkan melalui proses inovasi pendidikan dengan paradigma baru, yaitu pendidikan dengan mendayagunakan SDM, teknologi informasi dan komunikasi. Untuk itu diperlukan suatu penyebarluasan (difusi) agar semua pihak, baik insan pendidikan maupun masyarakat umum dapat terlibat secara langsung melakukan gerakan pembaruan (inovasi) pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud
Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan.
Sa’ud, Udin Syaefudin.
2010. Inovasi Pendidikan. Bandung :
Penerbit Alfabeta.
Robby Maulana Putra, http://robymaulana.blogspot.com/2011/02/inovasi-dalam-organisasi.html
diakses tanggal 10 Mei 2013.
http://lalangiran.wordpress.com/2012/02/25/implementasi-teknologi-kinerja-dalam-organisasi-part-3/ Diakses tanggal 10 Mei 2013.
kinanth.googlecode.com/.../INOVASI%20DALAM%2...
Diakses 10 Mei 2013
smartlima.wordpress.com/.../inovasi-dalam-organisasi-...Diakses
10 Mei 2013
Langganan:
Postingan (Atom)